Benar dan Salah, Salah dan Benar

Minggu ini lumayan melelahkan. Selain karena mulai ngajar, di tempat kerjaku terjadi peristiwa yg menggemparkan. Managerku ribut dengan salah-satu staf pengajar. Mungkin kalo managerku sama-sama cowo sudah saling pukul dan tikam (yg terakhir terlalu dilebihkan).

Yang menarik perhatian bukan pertengkaran tersebut, tapi salah-satu kalimat yg dilontarkan managerku. Dengan isak tangis yg tersedu-sedu, dia menceritakan kejadian yg saat itu baru saja terjadi. Dan seperti kebanyakan orang, dia bertanya, 'memang salah kalo....?'. Dan seperti biasanya pertengkaran, selalu saja ada pertanyaan siapa yg salah.

Mungkin sewaktu kita kecil dulu, pertanyaan tsb wajar dilontarkan, tetapi semakin kita beranjak dewasa, ternyata menemukan jawaban siapa benar dan siapa salah menjadi absrud. Susahnya sama dengan mencari jarum dalam jerami. Malah setelah tahu siapa benar dan salah, persoalan tidak lantas selesai begitu saja.

Saat kita berfokus pada siapa benar dan siapa salah, sebenarnya kita sedang saling menyalahkan. Sesungguhnya yg terpenting adalah mencari jalan keluar, mencari jalan tengah dari persoalan tersebut. Saat masih timbul dalam benak kita siapa yg salah dan siapa yg benar, maka persoalan tidak pernah menghadapi jalan keluar.

Benar-salah juga mengarah pada pembalasan tanpa henti. Coba tengok film-film actrion yg sering diputar di tv, kebanyakan bercerita mengenai pembalasan dendam dari jagoan. Padahal mungkin dalam sudut pandang tokoh antagonisnya, sang jagoanlah penjahatnya. Terkadang bahkan sekuel film dibuat hanya bercerita mengenai jagoan dan musuhnya yg saling membalas dendam.

Sampai kapan?

Pertanyaannya sampai kapan kita mencari jawaban benar-salah dan dunia yg absrud ini? Dunia tempat kita tinggal ini pun adalah kesalahan. Bagaimana mungkin kita mencari yg benar dalam dunia yg salah?

Yang benar itu hanya milik Tuhan. Maka berhentilah menjadi tuhan atas kawanmu. Sesungguhnya penyelesaian masalah itu jauh dari siapa benar dan siapa salah.

KTKM (Kasta Tak Kasat Mata)

Gw lagi di cafe warnet, dan barusan gw denger lagu kenangan patah hati gw. Jadi sedih deh. Judulnya d'hardest day, d'Corrs. Bentar-bentar gw nyanyiin baitnya:

" One more day, one last look.... Before I leave it all behind ....And play the role that's meant for us.... that said we'd say goodbye......nana....na....na..naaaa........(gak hafal lagi)"
*dengan suara yg fals*

Hm.... Nah ini bagian reff-nya:

"Never wanna wake up from this night.... Never wanna leave this moment.... Waiting for you only, only you.... Never gonna forget every single thing you do.... When loving you is my finest hour.... Leaving you, the hardest day of my life.... The hardest day of my lifeee......... uuuuu..... aaaa...."
*harus diakui suarnya menyerempet suara tenor, tapi banyak gak kenanya, plus beberapa kaca warnet pecah*

Huhuhu hari yg tragis. Melupakan orang yg tidak mampu tuk dilupakan namun harus berjalan terus. Seandainya pun kita hidup 100 kali, tapi kalo tidak berjodoh tidak ad disatu kehidupan pun kita bisa bersama.

Anyway, gw di Bali sekarang, dan sinilah gw sekarng, Denpasar yg sekarang lagi panas-panasnya walopun sudah masuk musim hujan. Bagi gw, orang yg gak tahan panas, Bali ini -- mengambil istilah ade gw, bagai neraka bocor. Tapi disinilah orang-orang menjulukinya pulau dewat, diman par dewa tinggal dan bersemayam, dimana ritual adat sebanyak pasir laut terbentang, dimana arwah dan orang tinggal berdampingan, dimana kasta masih berlaku.

Walopun yg sebutkan terakhir berpadanan dengan kata 'Siti Nurbaya' -- terdengar kampungan dan tabuh di kehidupan kota yg hedonis, namun sayangnya kota yg memiliki kasta ini memperlakukan sesamanya manusia dengan wales asi. Walopun memiliki kasta yg baik dilingkungannya, namun tidak serta merta mereka meng-ekslusif-kan diri. Justru mereka menjadi panutan masyarkat.

Orang Bali terkenal dengan keramahannya dan rendah hatinya. Mungkin ini juga yg membuat kota Denpasar terkena bom sampai dua kali. Antara penduduk asli dan pendatang pun ada ikatan yg khusus. Sebagai contoh, disini, antara keturunan tionghoa dan penduduk asli hidup rukun karena salah-satu dewanya orang Bali ada yg tionghoa.

Ironisnya, kota yg mengisukan persamaan derajat dan martabat, membuat kasta yg tak kasat mata. Sebut saja kota Jakarta, atau Surabaya, yg merupakan kota metropolitan di negara ini. Di kota-kota tsb punya Kasta Tak Kasat Mata (yg setelah ini kita singkat menjadi KTKM agar mempermudah penulis). KTKM berdasarkan uang, antara si punya uang yg berada diatas, dan yg tidak punya uang, anatar si akay dan si miskin.

Contoh sehari-hari yg bisa kita lihat, bagaimana perlakuan sso atas orang yg tampil 'mahal' dengan yg sederhana. Bukankan itu merupakan KTKM? Sso diperlaklukan berdasarkan jumlah uang yg dia miliki.

Orang bilang Bali tidak kenal Tuhan dan menyembah berhala, namun nyatanya ditempat yg orang bilang tidak ada Tuhan justru ada kerukunan dan kebaikan hati. Orang bilang Bali memiliki kasta, namun justru dikota besar kasta diperlakukan secara tegas.

Buka tanganmu. Sesungguhnya dimanakah Tuhan yg membawa kedamaian dan kerukunan? Buka hatimu...