'Gw bingung kalo segala sesuatunya berhubungan dengan cewek. Kenapa mereka gak bisa ngomong dengan lugas aja sih?! Kalo suka bilang suka, enggak ya enggak! Saat kita pikir mereka suka, ternyata itu cuma basa-basi, saat kita pikir mereka gak suka, ternyata mereka sedang nguji kita!'
Saya cuma senyum-senyum saja mendengar keluhan Niko. 'Ke arah Grogol ya pak, Tanjung Duren', ujarku kepada supir taksi.
Setelah puas mengatur duduk dan pakaiannya, Niko kembali melanjutkan, 'Gw mau nyerah aja deh. Gw bingung sebenarnya dia suka sama gw atau enggak! Menurutmu bagaimana Yud?'
'Menurutku? Gak apa-apa nih kalo gw jujur?'
'Ya, ya, utarakan saja pendapatmu'
'Menurutku kamu itu tolol!'. Kalo orang lain mungkin saya sudah ditendang keluar dari taksi. Tapi Niko tahu persis gaya saya dalam memberi nasehat, sehingga saya pun tidak sungkan. 'Kalo kamu cari yang lugas dan ngomong apa adanya, pacarannya sama cowok. Justru karena cewek itu berbeda dengan kita makanya kita saling tertarik, dan kalo loe belum siap menghadapi perbedaan tersebut, maka sebaiknya kamu seperti gw aja saat ini, n-g-e-j-o-m-b-l-o'
Niko hanya tersenyum tipis, tapi saya tahu dia menyimak.
'Lagian menurut gw nih, kamu seharusnya deketin cewek bukan bergantung dari dia suka atau enggak sama kamu. Mungkin selama ini kamu gak pernah berinisiatif duluan dalam berubungan dengan cewek; selalu ditembak cewek'
'Iya Yud, memang selama ini demikian'
'Nah, sekarang ini kamu mendapat kesempatan untuk menjadi cowok yang sebenarnya. Kalo kodrat cewek harus melewati sakitnya melahirkan, maka kodratnya kita sebagai cowok, harus mengalami sakitnya jatuh-bangun ngejar cewek; sakitnya ditolak padahal sudah mau mati rasanya nyatain perasaan kita'
Mobil kami berhenti sesaat untuk membari jalan busway di depan kami, sebelum melaju kembali.
'Kamu suka sama cewek karena kamu suka dia. Tidak lebih, tidak kurang. Selesai. Titik. Di luar itu adalah usaha kamu dalam mengejar dia. Bukan karena tuh cewek suka kamu maka kamu ngejar dia - itu mah bukan ngejar namanya, wong orangnya aja sudah bersedia, untuk apa dikejar. Ngejar cewek itu karena awalnya dia lari, alias bertepuk sebelah tangan, atau bahkan dia gak suka sama-sekali.
'Makanya sebelum mengejar cewek, kamu pastika dulu, bener gak ini wanita yang kamu pilih? Benar gak ini wanita yang kamu sayangi? Karena kalo kamu sudah yakin, kamu akan dengan gigih ngejar tuh cewek'. Hatiku kecilku tersenyum, karena ini kalimat Benny untuk saya beberapa waktu lalu.
Taksi kami melintasi tepi kali Ciliwung sebelum mengurangi kecepatan dan berhenti di persimpangan lampu merah Harmoni. Jam menunjukan pukul 22 kurang sedikit, tapi jalan masih ramai.
'Gw rasa kamu sudah mulai dengan baik, dan tuh cewek sudah memberi lampu hijau. Sekarang saatnya kamu melangkah lebih dalam. Ajak dia jalan, ajak dia makan, telpon dia. Kan gak mungkin kamu smsan terus sama dia sepanjang hubungan kalian kan?'
Niko sempat tertawa kecil, karena sejauh ini, dari tiga bulan kedekatan mereka, Niko hanya berani dengan sms. 'tapi kadang gw suka gak percaya diri, Yud. Apa lagi lihat dia lulusan luar, sudah mapan, punya mobil, sedangkan gw? Paling keren juga naik taksi seperti sekarang. Sisanya naik ojeg'
'Lebih baik kan dari pada harus naik PPD dengan berpilu keringat'
Kami berdua tertawa.
'Tapi tolong Niko, tolong, gw minta jangan biarkan dirimu menilai dirimu bagi dia. Kan yang akan pacaran sama kamu itu dia, bukan dirimu. Makanya ijinkan dia yang menilai dirimu dengan lengkap. Yang perlu kamu lakukan adalah menyajikan dirimu dengan jujur dan tulus hati; tidak ada yang disembunyikan, tidak ada yang ditutupi, apa adanya. Agar penilaian dia objektif terhadapmu dan tidak kecewa dikemudian hari.
Dengan semngat saya melanjutkan kembali, 'Terkadang kita, khususnya para cowok, menggunakan 'materi' sebagai barometer menilai kematangan, karena materi mudah dilihat. Sedangkan karakter susah untuk dilihat. Itu yang membedakan orang dihargai dengan dihormati; dihargai karena dia diberi harga dengan materi, dihormati karena dia memberi harga dengan sikap'
'Wah Yud, loe ini sudah kek pembicara di seminar-seminar motivasi aja'
'Ya, tapi belum ada EO yang mau mengundang gw, Nik. Lagi pula kalo pun ada, sepertinya gw milih seminar yang ngomongin soal cinta saja'
Kami sama-sama tertawa lebar. Sudah lama rasanya saya tidak merasa sehangat ini, ditemani rintik hujan yang mulai mereda dan seorang sahabat lama.
'Jadi apa yang harus gw lakukan sekarang, Yud?'
'Telpon dia, ajak nonton, lalu jemput ke rumahnya, dan selamat bersenang-senang bung!'
'Semudah itu Yud? Semudah itu gw jemput dia dengan taksi ke rumahnya di Pondok Indah??'
'Yup, semudah itu! bahkan kalo perlu, kamu naik ojeg, Nik. Orang tidak hidup dari materi yang banyak, tapi dari karakter yang dimiliki. Ijinkan dia yang menilaimu, dan kalaupun dia menolakmu karena alasan materi, berarti materi lah yang dicari, bukan pria sejati seperti kamu', senyum hangatku mengakhiri kultumku pada malam itu.
Kami sama-sama terdiam untuk beberapa waktu lamanya. Entah apa yang Niko pikirkan, tapi saya punya pikiran sendiri, yang sedang hinggap pada seorang gadis.
'Nah Nik, giliran gw yang mau nanya. Gimana caranya ngajakin cewek kenalan?'
Niko sempat terperanjat kaget mendengar pertanyaan yang meluncur dari mulutku. 'Hei, bukannya kamu yang lebih jago dalam urusan itu?! Gw aja nanya sama loe'
'Itu dia Niko, gw hanya pandai ngomong buat orang lain, dan buruk dalam mendengarkan diri sendiri. Makanya gw butuh sahabat seperti kamu'
Tawa terakhir sebelum kami berpisah malam itu.