Minggu-minggu ini suasana Jakarta di beberapa tempat menyerupai suasana Jakarta era 60an. Namun bukan beras yang di antri, melainkan minyak tanah. Di beberapa pangkalan minyak tanah bisa kita jumpai antrian yang panjang, bahkan tidak jarang juga pangkalan minyak tanah yang tutup karena kehabisan stock.
Hal ini juga memicu kenaikan harga minyak tanah, bahkan mencapai angka Rp7000. Wow, lebih mahal dari premium man! Namun walopun harga yg melonjak begitu tinggi bukan berarti barangnya ada. Selain itu juga warga si jatah tidak boleh membeli lebih dari 10liter.
Kelangkaan minyak tanah di picu oleh kampanye pemirintah dalam penggunaan elpiji. Menurut pemerintah, penggunaan elpiji mengurangi subsidi pemerintah sekaligus meningkatkan taraf hidup masyarakat (di lihat dari sisi mana ya?).
Untuk mendukung kampanye tersebut, pemerintah menyediakan kompor gas gratis bagi warga miskin. Selain itu juga menyediakan tabung-tabung gas kecil seharga 15ribu yang dapat diisi kembali. Sampai disini terlihat usaha pemerintah yang memang mengusahakan kesejahtraan warganya. Cuma sayang, karena parah pejabat itu sendiri tidak pernah masuk dapur warganya sehingga tidak sadar usaha yang brilian tsb tidak tepat guna.
Kenyataannya kompor gas tidak di dapat secara cuma-cuma, melainkan warga harus merogoh saku sebesar 20ribu rupiah. Ini memang ulah oknum, namun jika tidak di antipasi sedari dini, tidak menutup kemungkinan harga gasnya pun mengalami markup, atau bahkan tidak hanya warga miskin yang membelinya.
Belum lagi tabung gas ini dirasa kurang praktis, karena harus mengeluarkan 15ribu di muka. Sedangkan dg minyak tanah bisa di beli berdasarkan kecukupan uang saat itu, bisa beli 5liter or 1/2liter saja, tergantung mau masak apa&apakah uangnya cukup (yang trakhir ini yg menjadi alasan utama).
Faktor kepemilikan kompor yang mengharuskn 1rumah 1kompor disebut tidak masuk akal bagi yang membuka usaha rumah makan kecil.
Biasanya warteg yang paling kecil saja menggunakan 3kompor minyak tanah untuk menunjang oprasional harian. Kalo mereka hanya diperbolehkan memiliki satu kompor gas bersubsidi, bisa-bisa sore baru kelar masakannya.
Memang niat pemerintah sungguh mulia (tanpa berprasangka buruk), ingin warganya memasak dengan kompor gas, selain karena efisien&bersih, jg meningkatkan gengsi, namun masih butuh waktu yang panjang jika ingin benar-benar menarin minyak tanah.
Seharusnya biarkan minyak tanah tetap di pasaran, kalo memang kampanye kompor gas ala pemerintah adalah program yang bagus, dg sendirinya warga yang akan membuang minyak tanah.
______________________________
Topik ini di ketik menggunakan iP990
0 comments:
Posting Komentar