Wah sudah lama ya gak posting (ah perasaan loe doang Joe). Sekrang saya lagi nunggu hujan reda, karena mau ke TA ketemu teman. Jadi maaf kalo postingnya agak buru-buru.
Jadi, gimana kabar kamu selama minggu ini?
Akhirnya hujan juga ya setelah beberapa hari dalam minggu ini sudah mendung dan angin kencang? (ini pertanyaan retoris, jadi gak usah dijawab, ok). Eh tapi kalo gak salah Kamis kemarin juga sempat hujan, malah di Kelapa Gading sudah sampat menggenang. Kalo pemerintah tidak punya persiapan (dan saya rasa memang tidak), tahun ini Jakarta bakalan kena musibah banjir tahunan lagi. Malah mungkin diperparah dengan beberapa proyek pemerintah yang belum selesai, seperti yang dikeluhkan oleh Pricila_di_blognya.
Tapi walaupun hujan merupakan momok bagi orang-orang Jakarta yang hobi banjir, bagi sebagian kecil orang ada yang menyukainya. Salah-satunya saya.
Dulu sewaktu saya kecil, saya selalu terpesona dengan salju yang turun di hari Natal. Sangkin terpesonanya, saya pernah berdoa minta Tuhan turunkan salju di hari Natal. Saat anak-anak lain minta mainan kepada Santa di salah-satu mall (yang setelah dewasa saya ketahui bahwa mainan-mainan tersebut dibelikan oleh orang tua dari masing-masing anak), maka saya membuat semua kebingungan, 'Santa, saya minta salju turun di rumah saya malam natal. Bisa ya?'
Setelah saya sedikit lebih besar, sehingga mengetahui bahwa salju tdak mungkin turun di negara tropis, maka saya berdoa meminta Indonesia pindah ke dsmping Atlanta.
Saya pun harus puas dengan hujan dan mendung yang turun pada 'musim' Natal - karena tentu Tuhan juga tidak mengabulkan Indonesia pindah ke Atlanta. Mungkin itu sebabnya orang dewasa banyak melepas mimpi masa kanak-kanak mereka, karena mereka lebih logis - Orang yang logis menyesuaikan diri dengan dunia; Padahal semua kemajuan tergantung pada orang yang tidak logis, karena mereka akan berkeras menyesuaikan dunia terhadap dirinya (by George BS).
Sedikit up date, kesibukan saya belakangan ini adalah, ehmm... err... Ok, sejujurnya saya gak sibuk, alias gak ngapa-ngapain selain baca, baca dan baca! Damn. Seharusnya minggu ini dan minggu lalu saya mengerjakan banyak tulisan yang sudah seharusnya saya kerjakan beberapa minggu sebelumnya. Bingung kan? Makanya pegangan.
Sayangnya entah kenapa mood saya lagi gak ingin menulis (salahkan saja mood Joe), terutama setelah tiga buku yang baru saya beli. Saya lagi seru-serunya baca ketiga buku tersebut. Dan komentar saya terhadap ketiga buku tersebut, 'DAMN! Orang luar emang kalo udah berkarya dibidang tertentu tuh TOTAL. Sedangkan gw, berusaha berkarya dibidang tertentu tuh TOLOL'.
Minggu ini juga, di sela-sela saya membereskan kamar, saya menemukan buku-buku yang belum selesai dibaca. Banyak alasannya, tapi alasan utamanya karena saya tuh 'banci buku'; Sedikit-sedikit beli buku, sedikit-sedikit beli buku, makanya saya gak kaya-kaya. Kalo kamu pikir itu membuat saya lebih pintar maka kamu keliru. Obsesi saya adalah memindahkan buku dari rak toko ke rak rumah saya. Tidak lebih, tidak kurang.
Beberepa buku yang saya temukan tidak terselesaikan - maaf saya ralat, banyak buku yang saya temukan tidak terselaikan, justru buku-buku yang saya beli semasa kuliah. Mungkin karena waktu itu buku-buku kuliah saya saja sudah setebal dosa, sehingga daya beli tidak berbanding lurus dengan waktu dan kesanggupan untuk membaca.
Satu diantaranya, adalah buku yang saya beli awal kuliah, judulnya Jagad Teater. Saya sempat membuka kembali isinya, dan saya begitu heran, kok bisa-bisanya ya saya dulu, yang masih bocah ingusan dengan iler, membaca buku ini? Bahkan setelah saya berumur 25 tahun tidak mudah untuk melihat dunia jagad seni teater, apa lagi bocah penuh iler berusia 20 tahun?!
Selain itu ada Batas Nalar. Rasanya hanya saya saja yang punya buku tersebut. Kenapa? Karena orang Indo tuh kebanyakan gak bernalar, dan saya lebih gak pake nalar karena berusaha baca buku tsb - tidak sadar akan kemampuan diri. Alih-alih membacanya, yang ada saya terkapar dengan mulut berbusa setelah dua halaman.
Conversations with Difference adalah buku lainnya. Dikumpulkan dari catatan pinggir Goenawan Mohamad (diterjemahkan ke dalam bahasa inggris oleh Jennifer Lindsay, asisten professor di National University of Singapore). Berisi mengenai budaya, islam, dan perbedaannya. Ok, kalo kamu gak tahu, GM adalah pimred majalah Temopo (kalo kompas identik dengan PK Ojong, maka tempo adalah GM), sekaligus penulis catatan pinggir di majalah ybs. Jadi jangankan artikelnya, pusinya saja bukan bacaan ringan. Ditambah buku ini ditulis dalam bahasa inggris. Jadi jelas efeknya membaca buku ini bagi anak usia 20tahun adalah kecacatan mental secara permanen.
Ya sudah lah, biar hanya Tuhan dan para dewa buku yang tahu kenapa bocah seperti saya dulu tega membeli buku seperti di atas.
Sepertinya saya harus jalan karena hujan sudah redah. Have a great day guys.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 comments:
Joe, you are tagged! please participate in welcoming "International Blog About Boobs Week" by... you know... talk about boobs :D
Joe, I like this posting ...
Meaningful ... More of this please...
Gila dari kecil dah baca buku berat. Gede mau jadi apa kamu nak ???
Hehehe...
@Benny
Wew, jadi posting gw yang lainnya gak meaning semua ya? Hahaha
Makanya gedenya kek gini, gak ada satu pun ilmu yang nyantol LOL
Posting Komentar