Apa yang kamu lakukan di hari Ibu tanggal 23 Desember kemarin? Apakah hari tsb benar-benar spesial?
Saya sendiri sebenarnya lupa dengan tanggal tsb, sampai topik tersebut trending di twitter, dan entah sebuah kebetulan, hari Sabtu kemarin saya dan keluarga saya menghabiskan waktu berkunjung ke Panti Jompo di Banjarmasin. Kebetulannya lagi bahwa penghuni panti tsb umumnya para oma-oma. Opanya cuma ada satu.
Ide ini sebenarnya muncul dari gagasan spontan nyokap yang mau ngerayain Natal di panti jompo. Hanya saja panti yang kami ketahui adalah panti yang dikelola oleh yayasan gereja Katolik, dan tentu jadwal acara di panti tsb saat Natal sudah ada dari jauh hari. Singkat cerita, waktu yang kosong adanya tanggal 23 Desember.
Rencananya selain membawakan kebutuhan seperti selimut, minyak angin, sabun, dan kebutuhan harian lainnya, kami juga ingin mengadakan makan bersama dengan para penghuni panti. Jadilah sehari sebelumnya mulai berbelanja bahan makanan untuk dimasak. Ada kejadian unik saat berbelanja di pasar. Saat membeli ayam, sempat ditanya untuk acara apa, mungkin penasaran dengan jumlahnya. Begitu mereka tahu untuk panti jompo, ayamnya jadi digratiskan satu ekor. Begitu juga sewaktu beli pisang dan keperluan lain. Kalau gak digratiskan ya dikasih potongan harga. Saya langsung membayangkan, kalau beli iPhone5 dengan alasan untuk panti jompo, akan dikasih gratis satu juga gak ya...
Rencananya kami akan tiba di Panti Jompo saat lunch time, dan makan siang bersama oma-oma di sana. Nyokap sudah menyusun beberapa kegiatan kecil lainnya, seperti nyanyi bersama seusai makan siang. Yang nyokap gak tahu adalah bahwa panti, apa lagi panti jompo memiliki jadwal yang ketat, dan seharusnya nyokap memastikan terlebih dahulu rencana acara beliau ke suster yang ada di panti, sehingga bisa mengatur, atau setidaknya memastikan kapan waktu bebas para oma-oma. Sepertinya sudah menjadi pembawaan para nyokap untuk menuangkan gagasan-gagasan spontan mereka.
Dan yang nyokap gak duga bahwa Sabtu itu Banjarmasin macet di mana-mana. Sejatinya dijadwalkan tiba di panti jompo jam12, akhirnya baru sampai jam tiga sore. Padahal susternya sudah mewanti-wanti jangan sampai terlambat karena waktu makan siang para oma tidak boleh terlambat. Sepanjang jalan bokap udah uring-uringan. "Gimana kalau sampai oma-oma itu sakit karena terlambat makan?! Kelaparan terus meninggal??!".
Seperti para suster sudah tahu tabiat orang Indonesia, atau bisa mafhum dengan kondisi jarak yang jauh, sehingga akhirnya mereka buru-buru masak untuk makan siang begitu sampai jam12:15 kami belum datang. Keputusan yang bijak, sehingga para oma terhindar dari kelaparan berjemaah.
Saat kami datang, ada satu oma yang sakit karena stroke. Kami bisa tahu karena ada satu dokter yang ikut bersama kami. Wajah bokap sempat pucat, kemudian pelan-pelan bertanya ke suster, "itu bukan karena terlambat makan siang kan?".
Tentu saja bukan, dan suster sempat keheranan begitu melihat wajah bokap yang lega.
Paradoks sosial.
Kembali ke topik, jadi sebenarnya masyarakat cukup perduli dengan para orang tua ini, atau setidaknya dengan keberadaan panti jompo. Terlihat dari peristiwa di pasar, juga dari beberapa orang yang turut ikut bersama kami. Namun sepertinya di lain sisi yang terjadi sebaliknya. Salah-satu contoh keberadaan panti jompo tsb. Sebenarnya mereka sudah punya lahan yang cukup luas di Banjarmasin. Mereka sudah mengantongi ijin membangun, bahkan sudah peletakan batu pertama, namun karena didemo oleh masyarakat sekitar, akhirnya mereka pindah ke lokasi yang lebih jauh di luar kota Banjarmasin. Sekitar 1-1,5jam perjalana dari kota Banjarmasin.
Ironis ya. Kadang keperdulian kita terhadap sesama sebatas rasa nyaman kita. Kita memperhatikan orang-orang tua dengan memberikan uang, materi, dan hal-hal lain yang lebih mudah dilakukan. Namun kita menjadi keberatan begitu bentuk perhatian tsb menyita waktu, tenaga, dan perhatian kita.
Mirip seperti pada orang tua kita, ibu kita. Kita 'memajang' rasa sayang kita hanya pada hari-hari tertentu saja di sosial media, mengikuti gimik. Namun begitu rasa sayang tsb memaksa untuk memberikan waktu dan tenaga atau mungkin tidak pada waktu yang special, kita enggan melakukannya. Kebaikan kita sejauh kebaikan itu cocok bagi diri kita, tidak membebani dan memberatkan kita.
Gak bisa dipungkiri, panti jompo bukan merupakan sebuah pilihan tempat bagi penghuninya. Mereka ada di sana karena pilihan keluarga atau lingkungan sosial mereka. Lebih dari membawa hadiah berupa uang dan barang, mereka lebih memerlukan kehadiran orang lain untuk bisa sekedar dikunjungi, didengarkan dan mendengarkan.
Semoga ini bisa terus mengingatkan saya untuk mengunjungi para oma secara ruti, dan juga mengasihi mama saya dengan menyediakan waktu dan bukan materi.
0 comments:
Posting Komentar