Satu anekdot yang sering dikisahkan jika menyangkut rasa percaya. Mungkin sebagian dari kamu sudah pernah mendengarnya. Sebagian meyakini sebagai kisah nyata, sebagian beranggapan ini perumpamaan.
Dikisahkan ada seorang akrobatik yang mengadakan pertunjukan di Air Terjun Niagara. Dia mempertujukan bagaimana piawai dan tangkasnya menyebrang dari ujung ke ujung jurang Niagara dengan berjalan di atas sebuah sebuah kabel baja. Menantang kuatnya terpaan angin air yang menghujam ke bawah, juga menantang nyali berjalan di atas ketingian ratusan meter. Tidak hanya berjalan, namun menambah kekaguman sekaligus kengerian penonton dengan berjalan membawa berbagai benda bersamanya. Awalnya hanya membawa tongkat panjang, lalu tongkat tsb diberi beban. Kemudian beralih yang benda yang lebih sulit, gerobak dengan satu roda. Awalnya hanya gerobak kosong, lalu bertambah dengan beraneka barang di dalamnya.
Penonton semakin terpukau, histeris, dan menarik nafas lega ketika akrobatik ini mendarat dengan selamat di salah-satu ujung. Semua penonton bertepuk tangan, dan mereka semakin yakin akan kemampuan orang ini dalam keseimbangan meniti kabel baja tsb.
Sebagai puncak pertunjukannya, laki-laki ini akan mendorong gerobak berisi orang di dalamnya. Laki-laki ini ingin berbagi pengalaman menegangkan ini secara langsung, sehingga dia membutuhkan satu volunteer dari prnonton yang bersedia melakukannya bersama-sma dengan dia.
Seketika itu juga penonton diam tak bergeming. Ya, mereka semua percaya kehandalan laki-laki ini, tapi siapa yang mau berbuat segila dan senekat itu.
Lalu dikisahkan ada satu anak kecil yang bersedia menjadi volunteer. Singkat cerita aksi penutup tsb menjadi puncak acara. Di akhir pertunjukan, sang anak kecil tsb diwawancara, banyak yang penasaran kenapa anak kecil ini punya nyali yang bahkan sebagian besar orang dewasa yang ada di sana tidak berani melakukannya. Anak kecil itu hanya berkata, "karena saya percaya ayah saya dapat melakukannya".
Siapapun orang yang bercerita tentang cerita ini akan menyinggung soal bentuk percaya antara penonton dengan sang anak. Penonton 'belief' terhadap laki-laki ini, tapi sang anak memiliki trust pada laki-laki ini. Dua macam bentuk percaya yang memiliki kualitas berbeda.
Sayangnya trust itu bukan sesuatu yang kita pilih atau putuskan. Saat seseorang berkata, "trust me", itu bukan sesuatu yang kita pilih dari orang itu untuk mempercayai, tapi sesuatu yang sudah kita lewati bersama dengan orang itu untuk mempercayainya. Trust bukan sesuatu yang kita pilih dari sekian banyak opsi, tapi sesuatu yang kita bangun dari opsi kita untuk belief. Pilihan-pilihan ini seperti balok-balok kecil. Gak selamanya balok tsb bagus. Ada kalanya jg rapuh dan pecah, namun kita tetap menyusunnya, karena dari susunan ini juga kita belajar mengenal orang tsb; bagian demi bagian.
Balok-balok ini nantinya yang akan menjadi dinding yang disebut trust. Satu bentuk pengenalan holistik terhadap seseorang. Ada dinding yang tinggi dan ada juga sepotong dinding. Dindin yang tinggi karena disusun dari balok-balok yang bagus, yang dapat bertahan hingga puncak. Sedangkan yang hanya sepotong dinding kebanyakan karena balok-balok kecil tsb rapuh.
Itu sebabnya, sebenarnya, mempercayai (trust) Tuhan bukan sebuah pilihan, tapi sebuah perjalanan pengalaman spiritual kita.
Masalahnya adalah saat dindin tsb runtuh, dan sesuatu yang runtuh tidak lepas dari hukum gravitasi, yaitu semakin tinggi posisi kita sebelum jatuh, maka semakin sakit saat mendarat. Singkatnya, semakin tinggi trust kita pada seseorang, saat runtuh, kerusakan yang ditimbulkan semakin masive.
Sayangnya kita hidup dalam dunia yang absurd yang apapun bisa terjadi. Definisi apapun, artinya dalam makna yang sebenar-benarnya; dalam hal yang baik dan lebih banyak lagi dalam hal yang buruk.
Pertanyaannya bukan bagaimana jika dinding tsb runtuh, tapi apa yang harus dilakukan pasca dinding tsb runtuh.
Ini tidak semudah melupakan dan membangunnya ulang; memilih untuk belief dan menyusunnya dari awal, karena ada ketimpangan besar antara balok-balok belief yang akan kita susun ulang dengan pengenalan kita terhadap seseorang; sesuatu yang seharusnya tumbuh sejajar. Belum lagi faktor luka pasca runtuhnya dinding, menambah berat proses rekonsiliasi.
Inilah yang menyebabkan timbulnya sikap kontradiktif, Trust but Verificate. Gak ada sifat trust yang ragu (verificate), dan gak ada keraguan dalam trust. Seperti lembaran uang 100 ribu. Harus utuh agar bernilai. Saat hanya separuh atau mungkin tersisa 4/5 bagian, nilainya menjadi hilang. Ini bukan soal memilih percaya atau tidak, tapi apa yang telah diambil dan kita tidak punya lagi untuk diberikan; trust!
Never trust someone who lies to you. Never Lie to someone who trust you...
0 comments:
Posting Komentar