Baru-baru ini saya diajak untuk berpartisipasi dalam pameran foto mobile-photography yang diadakan oleh salah-satu dari tiga provider terbesar di Indonesia, walaupun yang mengajak saya adalah agency provider tsb. Yang menarik adalah sewaktu saya tanyakan, apa benefitnya bagi saya dan komunitas saya, dan si agency menjawab foto-foto akan dipajang saat pameran dan dimasukan ke dalam album mereka.
Sepertinya agency tsb tidak paham apa maksud benefit. Contoh kasus, saya ditawari untuk membeli mobil. Saat saya tanyakan apa benefitnya bagi saya dengan membeli mobil tsb, dan sales menjawab, "benefit yang bapak dapat adalah sebuah mobil lengkap dengan fitur-fiturnya". Paham kan maksud saya?
Benefit adalah nilai tambah. Jika saya membeli mobil dan mendapatkan mobil, itu bukan sebuah benefit. Namun jika saya membeli mobil mendapatkan cashback, free service 2 tahun, free membership club, free ganti oli selama setahun, itu baru dapat disebut benefit.
Benefit ada dua, Tangible Benefit dan Intangible Benefit. Tangible Benefit adalah manfaat atau nilai tambah yang didapat secara langsung, dapat disentuh dan wujudnya nyata. Misalnya seperti keuntungan uang, bonus barang, potongan harga, dsb. Sebaliknya, Intangible Benefit adalah manfaat atau keuntungan yang didapat secara tidak langsung dan wujudnya tidak ada. Contohnya seperti ide, gagasan, gengsi, pengalaman, dsb.
Kembali pada pameran tsb. Pertanyaannya seberapa bergengsi pameran tsb? Jika pameran tsb menggaet nama-nama besar dalam dunia fotografi di dalamnya atau itu pameran tahunan bersekala nasional, itu baru dapat disebut benefit, Benefit Intangible. Kalau foto-foto tsb diperjual-belikan saat pameran berlangsung, maka ada benefit Tangible, di mana peserta mendapatkan keuntungan secara real dari mengikuti pameran tsb.
Saya sudah klarifikasi mengenai tujuan pameran, hanya sekedari gallery tanpa adanya Tangible Benefit. Sedangkan Intangible Benefitnya adalah iming-iming foto dilihat oleh banyak orang di venue. Ini menyedihkan.
Kenapa saya bilang menyedihkan? Karena ini tidak mendidik. Dorongan dan hasrat untuk 'Eksis' itu yang diiming-iming sebagai reward dari karya kita, padahal itu yang secara sadar harus kita perbaiki.
Kenapa di Indonesia sangat getol sekali dengan sosial media?
Saat kita sekolah di TK hingga SMU, kita semua berada dalam sistem ranking. Semua berlomba-lomba menjadi ranking 1. Sayangnya sistem ranking ini berdasar semata pada nilai akademis, padahal kita tahu tidak semua orang memiliki bakat yang sempurna pada nilai akademis, dan dalam tatanan masyarakat nilai akademis bukan jaminan seseorang berhasil. Sehingga pada saat munculnya Sosial Media, masyarakat kita (khususnya yang belum stabil dalam emosi), menganggap ini sebuah kesempatan untuk menjadi terkenal dan 'ranking 1' dengan jalan mudah. Ini jalan terbaik untuk eksis.
Sangat berbeda dengan sistem pendidikan di luar negri. Semua anak pernah menjadi ranking 1 dalam bidang yang berbeda. Mulai dari akademis, kepemimpinan, organisasi, bahkan dalam bidang kerajinan sekalipun. Sehingga setelah lulus, dorongan untuk menjadi 'terkenal' bukan obsesi atau tujuan. Definisi eksis bagi mereka adalah menjadi diri sendiri dan mengembangkan potensi di dalam diri.
Berdasarkan pengetahuan ini, seharusnya kita mendoro masyarakat kita untuk eksis dalam mengembangkan potensi diri, dan bentuk kita menghargai karya-karya foto mereka, adalah dengan mengganjar mereka dengan nilai dan benefit yang sesuai. Bayangkan potensi diri kita hanya diganjar dengan eksistensi semu, dapat dilihat oleh banyak orang. Padahal penyelenggara pameran mendapatkan keuntungan secara komersil. Bayangkan bagaimana kita dimanfaatkan untuk tujuak komersil tanpa melihat aspek benefit pagi peserta pameran.
Sebenarnya kalau mau digali lebih jauh, kesalahannya ada pada tujuan mengadakan acara. Kita sering melakukan sesuatu dengan bertanya 'apa' lalu 'mengapa'. Kita cendrung untuk berbuat dulu lalu cari alasannya kemudian. Padahal tanpa Alasan yang kuat, kita tidak akan memiliki gol yang jelas, dan tanpa GOL yang jelas, kita tidak punya rencana kegiatan yang tepat. Patut disayangkan kan.
0 comments:
Posting Komentar