Setau gw negara kita ini bhineka tunggal ika - kata guru SD dulu, berbeda-beda tapi tetap satu. Tapi sekarang gw jarang tuh lihat berbeda bisa tetap satu, yang ada berbeda-beda tapi jadi ribut.
Apesnya hal keseragaman ini dibawa ke dalam institusi seni. Mungkin kalo dalam disiplin ilmu lain masih bisa lah dosennya maksa pake teori tertentu dengan berbagai alasan. Tapi kalo seni, namanya juga rasa, gimana mau dipaksakan?? Kalau siswa bermusik gak seperti selera dosennya, atau gak sesuai dengan selera umum sekolahnya, lantas seni siswanya di-judge bikin sakit telinga?? Seharusnya institusi membatasi ukuran pada pijakan teori dan landasan ilmiah dan bukan pada penilaian rasa/selera, karena bagaimana pun rasa tidak bisa diukur dan dihitung (makanya gak ada mata kuliah soal rasa/feeling).
Gak usah di institusinya deh, di industrinya aja demikian. Kalo kemarin MIA 2009 (MTV Indonesia Award) menyediakan nominasi untuk Cutting Edge, maka bisa gw bilang yang namanya Cutting Edge ala MIA juga sedikit bedanya dengan musik yang dibilang komersil.
Duh, kalo kita hanya mau dengar apa yang kita senangi saja dan gak buka telinga, mata, hati kita untuk hal baru, maka gak heran musik di Indonesia justru mengalami penurunan kualitas secara fundamental.
Itu juga yang terjadi dalam industri musik saat ini, semuanya seragam dengan alibi mengikuti trend. Yang gw mau bilang adalah segala seni yang dibuat berdasarkan permintaan adalah 'komoditi orderan', sama halnya seperti orang request puisi, atau lukisan wajah. Satu-dua kali masih wajar, keseringan namanya seniman orderan. Gw bahas lebih lengkap di posting_ini.
Pada akhirnya bikin musisi, seniman, dan bangsa ini secara umum gak berani tampil beda, gak berani nunjukin diri mereka apa adanya. Kalo yang kek gini dilanjutkan terus, gak heran kalo suatu saat nanti Indonesia itu isinya orang jawa aja; gak heran kalo musik pop kita nanti cuma pop melayu; gak heran nanti musik jazz kita isinya cuma fusion (dengan bumbu comping dan sedikit minor 7).
Makanya berubah dong! Coba belajar terima perbedaan. Gw juga awalnya bukan orang yang akrab dengan perbedaan, tapi gw belajar untuk melihat, mendengar, dan menghargai perbedaan tersebut tanpa statment dan judge, tanpa kotak dan prasangka. Tanpa warna lu gak akan menarik. Jangan takut tampil beda, justru malu kalo tampil sama.
Sent from my BlackBerry® Jave
0 comments:
Posting Komentar