Hari Sabtu lalu (17/05) ada yang sedikit berbeda di kawasan Petak 9. Kawasan yang biasanya dipenuhi dengan para pedagang etnis tionghoa ini seolah dimanjakan matanya oleh tiga traveling writer yang cantik-cantik, Hanny Kusumawati (@beradadisini), Windy Ariestanty (@windyariestanty), dan Novi Kresna Murti (@novikresna). Mereka bersama teman-temannya dan @jktonfoot menelusuri kawasan Petak 9 sambil menggali kisah yang mungkin terabaikan oleh sebagian besar penduduk Jakarta. Dan saya salah-satu dari rombongan tsb :D
Diantara rombongan yang berjumlah sekitar 20 orang itu, terdapat juga dua warga asing yang ingin menikmati kisah dibalik kawasan Petak 9. Adalah Faraj Al-Noubi dari Kuwait dan Sanjeev K. Agarwal dari India. Tampil sebagai pemandu adalah Dwika Putra (@dwikaputra) yang adalah warga Petak 9.
|
kesibukan sebelum memulai perjalanan :) |
|
mba @windyariestanty yg sedang sibuk ngetwit kegiatan kita |
|
@dwikaputra dan @novikresna yg sedang briefing rute jalan kaki kita |
|
@beradadisini, @windyariestanty dan semangkok sarapan |
Acara jalan kaki ini baru di mulai pukul 8.30, walaupun rombongan belum lengkap. Tujuan pertama adalah mencari sarapan, dan tempat terbaik untuk sarapan di kawasan ini adalah di warung es kopi Tak Kie. Sudah tidak perlu dijabarkan lagi mengenai warung kopi yang sudah ada sejak 1927, melalui masa penjajahan Belanda, Jepang, dan sudah dijalankan turun-temurun tiga generasi.
|
sepiring menu sarapan kita |
|
bukan berarti ikut makan ya ;) |
Nama Tak Kie sendiri berasal dari kata "Tak" yang artinya orang yang bijaksana, sederhana dan tidak macam-macam. Sementara kata "Kie" berarti mudah diingat orang. Sehingga kurang lebih bisa diartikan kedai kopi sederhana yang menyimpan kebijaksanaan dan mudah diingat orang. Di sini tidak hanya kopi, namun juga juga menjual bakmie dan nasi campur. Warung kopi Tak Kie ini berada di gang Gloria, daerah pecinan Glodok.
|
suasana di depan gang Gloria: "Orang-Orang Petak Sembilan" |
|
"Orang-orang Petak Sembilan" |
|
"Orang-orang Petak Sembilan" |
|
salah-satu dagangan di Petak Sembilan |
Dari warung es Tak Kie rombongan mengunjungi pusat pertokoan Petak Sembilan. Bisa dibilang ini adalah daera niaga tertua di Jakarta, mengingat para imigran dari Cina sudah tiba di Batavia sejak abad ke-7, jauh sebelum penjajahan Belanda berlangsung di Indonesia. Tempat ini menyediakan segala kebutuhan dan keperluan sehari-hari warga etnis cina, termasuk juga untuk segala kegiatan keagamaan dan pengobatan.
|
"Orang-orang Petak Sembilan" |
|
"Orang-orang Petak Sembilan" |
|
"Orang-orang Petak Sembilan" |
Yang menarik di sini juga terdapat food-court tertua di Jakarta, dan mungkin bisa dibilang tertua di Indonesia. Walaupun demikian ruangannya sendiri sudah diperbaharui dan dilengkapi dengan AC.
|
suasana food-court tertua di Jakarta |
|
sisi lain food-court tertua di Jakarta |
Dari sini kita menuju Klenteng Fat Cu Kung Bio. Ini salah-satu klenteng tertua di Petak Sembilan, yang sudah ada sejak tahun 1700an. Walaupun demikian masih kalah tua dan besar dibandingkan dengan komplek klenteng Klenteng Kim Tek Ie / Jin De Djuan yang sudah berdiri sejak tahun 1650.
|
Klenteng Fat Cu Kung Bio |
|
Pengurus Klenteng Fat Cu Kung Bio |
|
klenteng Kim Tek Ie / Jin De Djuan |
Di daerah Petak Sembila ini juga terdapat gereja katolik Maria de Fatima yang terkenal dengan arsitekturnya yang unik.
|
ornamen unik Gereja Katolik St. Maria De Fatima |
|
"Orang-orang Petak Sembilan" |
Jalan-jalan Sabtu pagi itu berakhir menjelang makan siang di warteg Gang Mangga. Warteg ini sangat menggoda sekali dengan tumpukan ayam goreng dan gorengan yang massive sekali.
|
tujuan akhir dari jalan kaki bersama @jktonfoot di Petak Sembilan :) |
|
"Orang-orang Petak Sembilan" |
Menariknya bahwa masih banyak anak muda di Jakarta yang tertarik untuk mengenal sejarah kotanya. Jadi gak sabar untuk rute jalan kaki selanjutnya bersama teman-teman @jktonfoot.
|
sampai ketemu di event jalan kaki bersama @jktonfot lagi ya ^^ |
Semua foto diambil menggunakan kamera Smartphone HTC One M8.
0 comments:
Posting Komentar