Jadi, Beginilah Gw Mulai Bercerita.... (Perjalanan I)

Gw harap ini menjadi rangkaian posting terakhir di bulan ini dan juga menjadi posting penutup Joe's House... Posting ini by request salah-satu pembaca di sini. Iya, gw juga heran sejak kapan blog gw jadi melayani permintaan tulisan. Tapi ya sudah lah, namanya juga tuan rumah yang baik, ada kalanya sedikit menuruti permintaan tamu.

Jadi, beginilah gw mulai bercerita tentang....

Siang ini sama teriknya dengan siang itu. Siang di mana gw terpaku pada awan yang bergerak perlahan, seolah siang itu semua bergerak sesuai dengan siang-siang lainnya -- kantuk sehabis makan siang yang coba disanggah dengan segelas kopi, lagu yang monoton bersama penyiar yang monoton mendayu dari radio monolog. Tapi ternyata sama-sekali berbeda.

Kejadian tersebut tepat berada satu bulan yang lalu, saat di mana semuanya bagai mimpi yang tersedak ke dalam dunia nyata, tidak pernah terbayangkan. Bahkan sampai sekarang pun tidak bisa gw mengerti. Jika kamu pernah merasa gamang -- berjalan dalam tidur, makan ini lah perjalanan gw menembus mimpi.

Mengasihi Hingga Terluka

Tuhan adalah saksi bahwa gw tidak pernah mereka-rekakan sesuatu yang jahat terhadap sahabat-sahabat gw. tapi itu bukan garansi resmi bahwa gw tidak akan diperlakukan demikian oleh orang lain.

Gw rasa kamu pasti akan sepakat dengan gw, bahwa kalau ada seseorang yang tidak dikenal berbuat jahat, kita tidak akan se-terluka jika yang melakukannya adalah teman kita, bahkan yang kita anggap saudara kita. Mungkin istilah 'menaruh (maaf) tai di piring untuk dikembalikan', sekali lagi tepat untuk kali ini.

Senin itu dia datang ke apartemen gw, sesuatu yang sudah direncanakan satu minggu sebelumnya,
Yud, minggu depan gw mau ke Jakarta nih. Lu bisa kan temani gw? Gw ada beberapa urusan nih, jadi lu antar gw. Seperti biasa, kek dulu aja. Udah ye, gw mau boker dulu nih

Kamu gak salah baca, memang orangnya asal bangat kalo ngomong, beberapa orang bilang kasar. Cuma buat gw sendiri tidak terlalu risih untuk hal tersebut, karena terkadang kata-kata gw gak lebih baik dari gembel tak berpendidikan yang senang memaki seenak perut mereka yang kelaparan.

Sama sekali gw gak punya firasat buruk, bahwa Senin 20 April itu, pertama dalam hidup gw, sesuatu yang mengerikan akan terjadi, yang akan membuat hidup gw gak akan sama lagi. Mungkin kalau gw tahu apa yang bakalan menimpa gw, gw akan meneruskan menekuri ranjang tanpa menghiraukan telepon dia yang berisik berdering.

Gw mengendarai Daihatsu Terios melintasi Harmoni menuju Pancoran, Glodok. Mata gw masih berat, kepala gw pusing karena kurang tidur, tapi gw berharap sarapan sebentar lagi di bakmi langganan kami dulu akan memperbaiki kondisi fisik gw pagi itu. Jadi gw sanggupkan permintaan dia untuk cari makan di Glodok.

Melintasi Glodok mau gak mau gw akan mundur melintasi waktu, waktu di mana gw masih satu kerjaan dengan dia. Dulu gw merupakan staf dia. Kalo kamu tahu Tamani Cafe di daerah Pancoran-Glodok, kantor gw tepat berada di sampingnya. Itu pertama kali gw kerja dan itu pertama kali gw menghasilkan lima juta pertama -- gaji gw. Waktu itu usia gw masih sangat muda, 20 tahun. Gw punya alasan sentimental untuk kuliah sambil bekerja, karena pacar gw 2 tahun lebih tua dari gw. Waktu itu gw masih terlalu naif, sehingga gw pikir kalo gw bisa lebih mapan duluan dari dia, tentu kami bisa hidup bahagia.

Sedikitnya itu ada benarnya, karena pacaran itu menghabiskan banyak uang -- setidaknya saat pacaran dulu. Gw gak tahu kalau waktu itu gw gak kerja, bakalan bisa sukses pacaran lima tahun atau enggak. Tapi ya seperti yang gw bilang, gw terlalu naif dan goblok.

Kenapa gw singgung mantan gw yang pertama? Karena dia satu-satunya yang mentertawakan hubungan kami. Dia bilang, lu gak bisa pacaran model gitu. Cepat atau lambat lu pasti putus. Tinggal lu putus dalam kondisi impas atau gempor

Dulu gw orang yang keras kepala dan berusaha untuk membuktikan omongan dia salah. Ternyata idealisme murahan memang gak bisa menang lawan pengalaman.

Dia bukan orang sok suci, dan dia memang tidak menutupi kebrengsekan dia -- setidaknya itu yang orang-orang cap ke dia. Tapi gw hargai kejujuran dan rasa keadilan yang terlampau besar. Mungkin karena itu, tarolah gw bersimpati. Mungkin karena itu, kembali lagi, gw terlalu naif dan goublok.

Terus-terang, gw hanya berpikir keliling-keliling Jakarta ini hanya sebagai jalan-jalan tanpa tujuan, menemani dia. Jadi seperti anak kecil, gw patuhi saja semua tujuan yang dimintanya -- Glodok, PGC Rawa Bening, Jatinegara, Muara Angke, hanya untuk hal-hal sepele, makan, otak-otak, minum. Gw sempat menolak untuk ke Depok. Bukan juga karena curiga, tapi karena gw terlalu lelah.


Sore itu gw hanya menyaksikan dari belakang Terios itu berlalu meninggalkan gw,
lu keknya kecapaian? Udah istirahat aja, biar gw aja yang bawa nih mobil.

Ada perasaan cemas sewaktu mengingat dia mengatakan itu, gw cemas karena dia bilang belum pernah bawa matic. Gw sudah wanti-wanti untuk hati-hati, tapi kapan dia gak pernah hati-hati? Sewaktu dulu dia pinjam mobi, dia kembalikan tanpa satu gores pun. Itu bukan kali pertama. Justru seingat gw, gw yang teledor kalo minjem mobil dia -- dari balikin yang telat, bensin yang lupa di isi.

Hehe tumben lu baik bangat ngasih uang bensin!

Setidaknya gw berubah. Gw bukan Yuda yang dulu, yang -- terus-terang, menghitung setiap jasa dan pamrih.


Sebelum Senin itu berakhir, gw mengirim sms
[sms]
Kel,d mna?Kok gk ada kbrny?Gk jd k tmp gw mlm ini?Bsk jgn smp trlmbt ya.Itu mbl mau gw pake k kantor,gw gk bs prtanggungjwbkn k kantor kalo k kantor tnp mobil.Tq
[sms selesai]



semua orang berubah...(perjalanan ii)
.

2 comments:

selvyna mengatakan...

makanya ada juga ya yang akhirnya mengganti gebetan...o.O

~people do change...

selvyna mengatakan...

sorry salah tempat komen.. harusnya komen buat entry yang di atas..

sorry bos! bukan niat mau ngejunk...^^

Posting Komentar