Review Convenience Store di Jakarta (Update: Family Mart)

Semakin marak dan bertebarannya convenience store, iseng-iseng saya buat posting perbandingan antara convenience store yang ada. Mungkin ada yang tinggal jauh dari peradaban sehingga gak tahu convenience store itu apa. Jadi convenience store itu kayak minimarket, tapi bukan mini market.

Bedanya di mana?
Mini market biasanya buka dari jam 9 pagi sampai 9 malam, atau seenggaknya ada waktu tutupnya, sedangkan convenience store buka 24jam non stop. Lalu apa bedanya dengan apotik?


Apotik dan mini market biasanya menjual barang-barang yang akan dibawa pulang, sedangkan convenience store menjual barang-barang yang langsung digunakan. Sudah lebih paham? Ya saya tahu convenience store juga jualan kondom, tapi percayalah itu tidak langsung digunakan di tempat. 

Dari keluar-masuk beberapa convenience store, saya mengamati ciri khas, kelebihan dan kekurangan masing-masing convenience store, khususnya yang biasa dipakai untuk nongkrong para manusia kalong.

Syukurnya penyakit saya yang suka ngalong dan kerja di malam hari, membuat nongkrong di convenience store menjadi hobi saya (ok, gw gak tahu ini patut disyukuri atau tidak). Kebetulan di daerah saya tinggal, hampir semua convenience store ada. Mulai dari Circle K, Seven Eleven (Sevel), Lawson, hingga Indomart Point. Jadi mudah untuk membuat review nya.



Circle K
Kita mulai dari yang paling pertama masuk Indonesia. Circle K adalah salah-satu convenience store pertama yang berdiri, sejak 1951. Saya tidak tahu kapan tepatnya Circle K masuk Indonesia, namun kita sepakat ini adalah convenience store pertama di Indonesia, dan menurut saya ini adalah satu-satunya kelebihan Circle K... Oh, dan sepertinya sedikit lebih murah dari convenience store lainnya. 

Selain tempatnya yang (kebanyakan) kecil, juga tidak nyaman untuk digunakan berlama-lama nongkrong. Biasanya mereka hanya menyediakan beberapa meja dan kursi di luar, dan tidak jarang juga beberapa store mereka tidak menyediakan meja-kuris, sehingga biasanya para pengunjung ngemper di teras mereka. Ini juga yang biasanya membuat para pengunjung lain risih untuk masuk ke Circle K, apa lagi yang biasanya ngemper tsb sambil minum bir, Serem deh imagenya.



SEVEN ELEVEN (SEVEL)
Kalau Circle K adalah convenience store pertama yang masuk ke Indonesia, Sevel adalah convenience store yang mempopulerkan budaya nongrong di convenience store. Mereka menyediakan tempat yang luas lengkap dengan meja-kursi, AC, bahkan hotspot wifi. Tidak sekedar menjual aneka snack, namun juga makanan cepat saji.

Strategi ini sukses membuat Sevel menjadi tempat paling pas buat ngumpulnya ABG, tempat buat ngerjain tugas sekolah, hingga tempat buat menunggu kemacetan yang murah meriah. Bayangkan, anda hanya perlu membeli sekotak minuman dingin seharga 2,500 dan anda bisa ngadem di ruangan berAC sambil ngecharge HP plus browsing internet.

Konsep ini sukses menjadikan Sevel convenience store paling sukses dan happening di Jakarta dan langsung segera ditiru kompetitor lain.

Namun ada beberapa kelemahan dari Sevel dibanding kompetitor lain, bahkan jika berlangsung berlarut-larut akan menjadi kemunduran bagi Sevel.

Kelemahan pertama, Sevel memiliki menuman favorit, yaitu Slurpee, dan di sini sumber masalahnya. Anda tahu kenapa terkadang lantai Sevel sering muncul noda hitam pada lantai dan membuat alas kaki lengket? Penyebabnya adalah minuman ini. Slurpee minuman manis, bahkan terlalu berlimpah gula (dan mungkin itu rahasianya minuman ini begitu digemari), sehingga saat minuman ini tumpah (yang gw gak tahu bagaimana caranya, namun selalu saja ada yang menumpahkan soft drink ke lantai), akan membuat noda-noda hitam di atas lantai saat orang-orang berlalu-lalang. Gula membuat kotoran disepatu menempel dan berbekas di lantai. Noda ini sangat susah dihilangkan, selain harus dipel dengan sabun, dan ini masalah keduanya, satu outlet mereka membutuhkan air lebih banyak untuk membersihkan ruangan. Jadi sudah pasti Sevel bukan pendukung terbesar kampanye go green.

Masalah ke tiga adalah self service. Sevel datang dengan self-service convenience store, di mana pelanggan mengambil sendiri hidangan mereka, menaro sendiri toping mereka, membayar lalu menyantapnya. Dan setelah selesai seru-seruan di Sevel, mereka pulang. Eh, ada yang terlewatkan?
Yup, sampahnya tolong masing-masing buang pada tempatnya. Itu yang berlaku di luar negri, itu yang diharapkan management Sevel, dan itu adalah idealnya. Dengan cara demikian Sevel dapat menghemat cost membayar cleaning service.

Sayang konsep ideal ini tidak berjalan mulus di sini. Bagi orang Indonesia, membereskan meja di tempat makan dan membuat sampahnya adalah tugas pelayan. "Buat apa membayar makanan jika kami jg yang mencuci piring!"

Dan inilah faktor yang membuat outlet Sevel sering terlihat kotor ketimbang sebaliknya. Dengan store yang rata-rata besar, hampir mustahil Sevel terlihat bersih dari waktu ke waktu. Dan seiring waktu pengunjung malas untuk datang ke Sevel. Karena sering kali mereka datang untuk membersihkan sampah pengunjung sebelumnya. Wong sampah mereka saja belum tentu mereka perduli, apa lagi sampah orang lain kan.

Namun dari kekurangan-kekurangan tsb, Sevel adalah convenience store terbesar dan terlengkap di Jakarta. Anda cari makanan apa saja, mereka pasti punya.


LAWSON
convenience store asal Jepang ini di bawa masuk oleh Alfamart Group lewat Sister company mereka, PT Midi Utama Indonesia. Bagi saya yang unik dari Lawson ini adalah warna biru dan logonya. Belakangan saya baru tahu kalau awalnya Lawson adalah toko susu, sehingga gak heran jika logonya seperti tabung gas. Sedangkan pemilihan warna biru bukan pilihan warna yang tepat sebenarnya bagi penyedia jasa makanan, karena jadi terlihat formal dan tidak nyaman.

Namun terlepas dari fisiologi dan filosofi logo serta warna, Lawson sendiri adalah convenience store yang nyaman. Tidak terlalu besar dan menempatkan hanya produk-produk favorit, dan diferensiasi poin mereka dengan convenience store kompetitor adalah menjual snack khas Jepang. Seperti Onigir, Oden dan Bento.

Tuntutan untuk menyajikan hidangan khas ini membuat Lawson mau tidak mau lebih banyak menyajikan produk impor dibanding convenience store yang lain. Buat saya yang lebih memprioritaskan produk lokal, ini menjadi kelemahan bagi Lawson. Difresiansi poin mereka menjadi kelemahan mereka di mata saya. 


Indomart Point
Mungkin belum banyak yang tahu, karena memang store nya masih sedikit. Berangkat dari niatan Indomart untuk masuk dalah persaingan convenience store yang sudah ada, membuat gerai Indomart, namun bukan mini market (baca perbedaan minimarket vs convenience store di atas), munculah Indomart Point.

Munculnya Indomart Point paling akhir dari para kompetitor, bukan tanpa modal. Saya yakin Indomart melihat kelemahan-kelemahan convenience store yang saya sebutkan di atas dan membuat perbaikan-perbaikan dari convenience store yang sudah ada.

Pertama, outlet mereka selalu bersih dan rapih. Indomart melihat Sevel, saya yakin mereka belajar dari prilaku pelanggan di sana. Dari pada ngotot mengubah prilaku pelanggan, Indomart lebih memilih menyediakan cleaning service outsourcing seperti CSS untuk merapikan store mereka, termasuk membuang sampah para pelanggan. Setiap pelanggan yang beranjak dari meja mereka, akan selalu ada petugas cleaning service yang membersihkan dan merapikan meja. Ini yang membuat store mereka selalu terlihat bersih dan rapih dari waktu ke waktu.

Tidak hanya sampai di sana, Indomart tahu prioritas prilaku para pelanggan convenience store. Buat para pelanggan convenience store, prioritas mereka adalah tempat yang nyaman, baru produk yang dijual. Mereka bisa tolerir makanan favorit mereka tidak dijual dibanding tempat yang tidak nyaman, untuk itu Indomart Point menyediakan bukan cuma satu, tapi dua stopkontak di masing-masing meja. Bayangkan hal yang selalu menjadi prahara di Sevel. Tidak sampai di sana, mereka menyediakan TV kabel dan hotspot wifi yang setidaknya lebih baik sedikit koneksinya dibanding koneksi wifi di convenience store lain.

Makanan yang dijual tentu tidak selengkap Sevel dan tidak seunik Lawson, namun sangat nusantara. Anda bisa temukan baso malang, atau nasi kuning, selain jajanan burger dan hotdog di store mereka. Dan kebanyakan makanan hasil olahan mereka bersumber dari petani dan UMKM lokal, juga barang-bara dari mini market mereka. Indomart Point menjadikan kampanye Cinta Produk Indonesia menjadi langkah kongkrit. Buat orang seperti saya yang lebih memprioritaskan produk lokal, tentu ini merupakan kelebihan tersendiri dari Indomart Poin.

Namun tak ada gading yang sempurna, Indomart Point pun punya kelemahan. Selama saya keliling Jakarta, baru dua tempat yang saya tahu Indomart Poin ada, satu di Kemanggisan, dan yang satu lagi di SPBU samping Binus Internasional (seberang Senayan City).

[UPDATE] pelayanan Indomart Point kian memburuk, setidaknya itu yang saya alami di Kemanggisan. Masalah AC rusak yg gak juga beres-beres dari tahun lalu. Bayangkan, urusan AC sampai setengah tahun gak kelar?! Selain itu juga soal internetnya. Fyi di Indomart Point hotspot di bagi dua, free dan high speed. Dulu untuk mendapatkan akses wifi yg high-speed, pelanggan diminta untuk minta password akses ke kasih untuk layanan selama 3jam, dengan minimal pembelanjaan Rp 25.000. Ok lah, masih fair, karena memang aksesnya benar-benar kencang. Dari 3jam, turun menjadi hanya 1jam. Dan sekarang even namanya highspeed akses wifi, lebih banyak bengongnnya. Wasalam.


Family Mart

Ada lagi convenience store yang baru, namanya Family Mart, atau biasa disingkat Fama. Ok, sebenarnya ini sudah cukup lama sih, namun baru belakangan ini gandrung nongkrong di sini. Yah, karena masih baru, jadi tempatnya kebanyakan masih bersih, layanannya juga masih bagus dan masih perang harga, jadi murah.

Menu andalan di FaMa adalah Yakitori, atau kalau kita sih nyebutnya sate. Sate ini ada yang dari sosis, daging ayam+daun bawang, hingga kulit dan baso. Ini jadi menu andalan pelanggan setia Family Mart, biasanya dimakan bersama nasi hehehe....

Nah saya sendiri paling gandrung mesen kulis ayam crispy nya. Ok, saya tahu ini makanan gak sehat, cuma asli, yang ini susah untuk ditolak :D

Selain itu tentu minuman kopi tidak luput untuk saya pesan. Nah yang unik di FaMa adanya toping minuman rum Jamaican. Saya rasa ini tidak ada di convenience store lain. Ada juga brownies 70 dark chocolate nya yg bikin ketagihan.

Satu yang unik dari FaMa ini adalah mereka sangat memperhatikan lingkungan tempat di mana mereka berbisnis. Dari sepengetahuan saya dan yang pernah saya kunjung, Fama ada di Tanjung Duren dan di Kelapa Gading. Awalnya saya kira di Fama tidak menjual minuman beralkohol seperti beer, namun ternyata saya keliru, karena di Fama Kelapa Gading, berbagai beer tersedia. Slidik punya slidik alasan Fama Tanjung Duren tidak menjual beer karena convenience store mereka berada di dekat sekolah, persis di seberang SMUK Penabur 1. Jarang-jarang kan convenience store yg perduli terhadap lingkungan sosialnya.


Nah, bagi anda sendiri, apa convenience store favoritmu?

3 comments:

yov mengatakan...

Indomaret point ada juga di tebet, seberang2an ma sevel tebet.

btw, typonya masih aja banyak dimana2 :p

Anonim mengatakan...

FamilyMart tidak ada singkatan namanya ya....harus FULL nyebutnya FAMILYMART.

Anonim mengatakan...

"sampahnya tolong masing-masing buang pada tempatnya"

Wah baru tau Sevel gitu..
Jadi inget waktu ke Jepang, kalo abis makan bahkan di restoran bekas makannya harus ditaruh ke tempat pengumpulan dulu dan sampahnya dibuang tapi dipisah tergantung jenisnya. Aku suka sih yang sistemnya begitu jadi selalu bersih dan bikin orang rajin.

Indonesia diterapkan begitu bisa dibilang mustahil wkwk, orang sini kan malas-malas dan muka tembok.
Buang sampah aja masih banyak yang sembarangan di jalan lah bahkan di sungai dan got lol menyedihkan.

Posting Komentar