Perhentian di Starbucks

Lagi membuang waktu di SB Pelangi sampai jam17, menunggu teman dari Bogor untuk nonton clinic tour Simon Philips. Doi drummer dari Inggris yang saat ini bermain untuk Toto band.

Ok, rasanya saya cukup banyak berhutang cerita kepada para pembaca budiman (sok merasa banyak yang baca aja kamu tuh Yud).

Kita mulai dari kemarin, Jumat tanggal 25 Juli. Siang menjelang sore, saya punya jadwal meeting di IMI Pulo Gadung dengan Aldo, pemilik IMI. Kira-kira prihalnya mengenai perekrutan saya di IMI. Tapi untuk lebih lengkapnya masih menjadi rahasia ;)

Dari jadwal meeting pk15, terlambat satu jam. Pembicaraannya cukup menarik, tapi kita skip aja kalo sudah ada keputusannya.

Sepulang dari sana, saya mampir ke Citra Land. Rencananya saya dan kedua adik saya (Marisa dan Richard) akan menonton Batman, Dark Knight. Filmnya sendiri baru mulai pukul 21.30, tapi tidak sempat untuk pulang lagi. Jadi kami putuskan untuk menunggu sambil makan.

Untuk reviewnya akan saya buat psoting khusus. Bagi yang sudah pernah menonton Dark Knight, pasti tahu bahwa film ini berudrasi sekitar 2 jam 30 menit, itu artinya kami akan keluar dari bioskop pukul00.

Ow iya, saya lupa membuat profil untuk kelas mengajar saya hari Sabtu! Sabtu ini saya punya jadwal mengajar pagi di DMC Kelapa Gading. Jadwal mengajar saya yang dari pagi sampai siang menjelang sore, juga tiga kelas yang saya pegang bersamaan, membuat hari ini terkantuk-kantuk menunggu di SB.

Untungnya ada cewe cantik yang duduk tepat di depanku lol. Ah temanku juga sudah datang. Akhirnya harus dimulai kembali kegiatan tutup minggu sampai pukul22. Besok pelayanan pagi pula. Tuhan, mejret deh gw!

Johanes P
johanesjuda.blogspot.com
fivestroke.blogsopt.com
_____________
This mail sent by Sony Ericsson M600i

up date doong Joe...!

Wah terima kasih kepada Onik yang sudah mengingatkan saya bahwa genap seminggu saya tidak meng-up-date blog ini. Crab! Padahal niatnya setiap minggu minimal tiga posting.

Tapi semoga pembaca yang budiman dapat memahami keterbatasan saya. Yang saya lupakan dari bulan ini sebelum memasang target adalah,
  • Pertama bulan ini masuk semester kedua, jadi tentunya banyak laporan yang harus diaudit.
  • Kedua, bulan ini saya ujian! Kentang!!
  • Dan terakhir, banyak sekali presentasi dan meeting dalam bulan ini.

Alih-alih menulis blog, yang ada malah menulis materi meeting, menulis materi presentasi, dan menulis laporan.

Tapi di sela-sela kegiatan yang bikin mejret tersebut, pagi ini saya baru menyelesaikan sebuah cerpen, yang entah sudah keberapa. Temanya saya angkat dari mimpi tadi pagi. Yup, belakangan ini saya sering meniru dramawan Eugene Ionesco dalam menggali ide dan tema cerita. Eugene menggunakan, baik interpretasi mimpi maupun in plain view dream, dalam menggali ide cerita.

"Kebenaran berasal dari jiwa, sedangkan kebenaran kemanusiaan lebih banyak ditemukan dalam mimpi-mimpi", demikian ujarnya. Sebut saja drama The Bald Soprano, The Killer, Amadee atau Journeys among the Dead, yang merupakan sebagian dari karyanya yang diambil dari mimpi-mimpinya.

Mimpi merupakan sebuah seting drama dengan kita sebagai pelaku sekaligus pengarah dan juga penontonnya; semua itu hanya bisa dalam mimpi. Walaupun demikian, mimpi memiliki alur cerita yang bahkan kita sendiri tidak bisa duga. Bagi saya, mengambil ide dari mimpi memiliki keuntungan tersendiri. Bagi orang dengan latar belakang jurnalistik, mendokumentasikan sebuah kejadian yang dilihatnya sendiri pasti lebih mudah dibanding harus mengarang sebuah plot cerita yang abstrak di benaknya.

Selain itu, walaupun kita menulis sesuatu yang benar-benar terjadi dan nyata kita lihat, namun mimpi tetap lah sebuah mimpi, tetap sebuah karya fiksi, karena sesungguhnya tidak pernah terjadi kecuali dalam mimpi.

Kekurangan adalah, kita tidak bisa mengendalikan mimpi yang sesuai dengan keinginan cerita kita. Selain itu tidak jarang juga kita sadar bermimpi, tapi kita tidak bisa mengingatnya. Makanya perlu berlatih untuk selalu mengingat dan menuliskan mimpi kita setiap kali kita terjaga.

Hari ini juga saya ada meeting dengan pemiliknya IMI (Institut Musik Indonesia). Minta dukungan doanya ya biar pembicaraannya menyenangkan dan golnya tercapai. Setelah Jumat ini berakhir, saya janji deh up-date blog lagi. Soalnya ini minggu terakhir buat meregang nyawa haha.

Om dan Tanteku

Kemarin sore saya menjenguk om saya di RS Harapan Kita. Ah, sepertinya RS ini sudah menjadi langganan tempat berkunjung saya.

Saya masih ingat pertama kali saya menginjakan kaki di RS ini bukan karena alasan menjenguk, apa lagi sakit, melainkan mencari tempat peristirahatan. Waktu itu saya terlambat mengantar pulang pacar mantan saya, sedangkan kost dia diberlakukan jam malam. Gak, dia kost di Jakarta kok - kalo kamu bertanya di mana kost yang hari gini ada jam malamnya. Waktu itu juga tidak mungkin untuk membawanya ke kostku - walaupun godaannya besar, karena seperti kucing garong, tentunya tidak akan melewatkan 'ikan asin' begitu saja. Jadilah kami tidur di ruang tunggu RS Harapan Kita.

And as you know, beberapa bulan lalu, tepatnya bulan Mei, tante saya juga masuk RS ini juga (cek_posting_saya). Nah kala itu keluarga dari nyokap, kali ini yang masuk keluarga dari bokap. Mungkin besok-besok saya akan menjenguk keluarga tetangga di sana, siapa yang tahu kan.

Kembali ke kakak dari bokap. Jadi omku ini sudah beberapa kali masuk Harapan Kita, bahkan tahun ini saja sudah tiga kali. Bulan Maret tahun ini pasang kateter, hanya saja sepertinya tidak ada cara lain selain bypass, dan itu lah yang dilakukan hari ini, operasi selama tujuh jam dimulai dari jam 8 tadi pagi.

Kemarin saya menjenguk beliau, bersama dengan ade perempuan saya, sebelum masuk ruang isolasi. Kalo kamu berpikir omku terbujur dengan lemah, banyak melamun, dan muka susah, itu berarti kamu salah menilai beliau. Pertama kali datang, yang aku lihat justru omku baru saja selesai makan dengan lahap dan sedang membaca koran. Walaupun beliau tinggal di Bogor, tapi sudah hampir 3-4tahun saya tidak bertemu. Kondisi beliau kemarin segar bugar, sehat, dan tidak seperti orang sakit.

Soalnya omku ini sangat menjaga kesehatannya, khususnya setelah pertama kali mendapat diagnosa sakit jantung, 2004 silam. Sejak itu sama sekali tidak makan makanan berminyak (hanya makan makanan rebus dan sejenisnya), tidak menyentuh daging, hanya ikan saja, dan olah raga, khususnya renang secara teratur. orang yang sudah hidup sehat seperti itu saja masih kena jantung, bagaimana yang seperti saya?!

Kalo sudah sakit, punya uang sebanyak apapun, tetap saja tidak menjamin kamu bisa enak - sakit ya tetap susah. Apa lagi sakit jantung, minimal kamu harus punya uang 70juta. Satu hari saja di ICU bisa habis 10juta, untuk obat-obatan dan biaya kamar. Tentunya tidak ada kan orang dirawat sakit jantung hanya satu hari? Ah dunia, dunia, mau sakit saja harus punya uang.

Makanya menjaga itu lebih murah/mudah dibanding menyembuhkan. Pesan sponsor, lebih baik gaji awal itu buat beli polis asuransi kesehatan dibanding buat beli sepatu, apa lagi parfum satu juta. Soalnya kalo sudah sakit, parfum satu juta gak bisa menyembuhkan. Kentang loe Joe!

Begitu jam besuk habis, kami keluar dan menunggu tante dan abangku di ruang tunggu. Hampir setengah jam sebelum tante, abangku dan pacarnya, Ana, datang. Tanteku dari tempat kost Ana, usai bersih-bersih dan ganti pakaian.

Tidak jauh berbeda dengan omku, tanteku ini juga seolah menjalaninya dengan ringan. Malah mungkin karena tenangnya, baru satu hari saja sudah banyak keluarga pasien lain yang curhat ke beliau. padahal kan harusnya penanggungannya sama ya?? Selain itu juga, dari pengalaman menunggu orang sakit jantung, menunggu di ruang tunggu seperti menunggu hari penghakiman. Setiap kali dipanggil, selalu tegang; dari harus menebus obat (yang harganya berjuta-juta) atau sedang kritis dan akan lewat, sampai mindahin mobil di tempat parkiran (iya, gw tahu gak penting yang terakhir ini). Tidak ada yang bisa kita perbuat, selain menunggu, berdoa dan berharap, kecuali memindahkan mobil bila perlu.

Mungkin ini kekurangan dari RS Harapan Kita sebagai PJN - Pusat Jantung Nasional. Ruang tunggu keluarga dibuat ala kadarnya, tidak ada bedanya dengan ruang tunggu di apotik. Bedanya kalo malam kursi-kursi disingkirkan, dan para penunggu menggelar tikar serta karpet. Ruang tunggu tersebut juga tidak bisa dibilang tenang, karena tepat berada satu ruangan dengan pintu lift. Menurut hemat saya, seharusnya ruang tunggu dibuat setenang dan senyaman mungkin. Karena bisa jadi itu satu-satunya penghiburan bagi keluarga saat berada di sana sebelum...

Saat tertimpa sakit, mungkin uang tidak siap, ditambah lagi dengan lingkungan yang tidak kondusif, tidak ada orang-orang yang menguatkan, dan akhirnya putus asah. Jika sudah putus asah, harapan hidup pun tidak ada. Ini yang tanteku sebut dengan kematian mental. Tubuhnya masih hidup, tapi mentalnya sudah mati. Padahal yang terpeting di dalam kesembuhan adalah punya harapan hidup yang tinggi.

Mungikin itu juga mengapa om dan tanteku 'hanya' mengambil perawatan kelas satu, bukan VIP. Ow saya belum bilang ya siapa omku? Omku, dr Markus Tuba Sp.An, dan kalo kamu tinggal di Bogor, punya anak, atau setidaknya adik yang masih kecil, kamu pasti tahu dr Markus. Atau kalau kamu bergabung dengan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) kamu pasti tahu. Yang ini agak gak mungkin sih. Bukan, bukan karena saya meremehkan kamu, tapi hampir mustahil kalau seorang spesialis baca blog gak mutu gini.

Jadi bukan karena mereka tidak sanggup dirawat di ruang VIP, atau dirawat di Singapur seperti kebanyaka orang (karena nama-nya saja sudah sampai ke Singapur), atau bahkan mendapat fasilitas tidur di flat RS Harapan Kita. Tapi mereka (meminjam istilahnya Daniel) memilih untuk demikian. Bukan karena mereka mau hidup susah. Mungkin ini yang paling saya suka dari keluarga omku dari dulu. Bahkan di dalam kesusahan pun, mereka masih berpikir untuk menolong orang lain.

Saya sangat percaya bahwa kita ada di dunia ini bukan semata-mata untuk diri sendiri. Kita ada karena orang lain, dan begitu juga kita ada untuk orang lain. Penderitaan tidak semata-mata datang sebagai penghakiman, tapi bisa jadi penderitaan yang kita alami untuk menolong orang lain. Ini yang om dan tanteku sadar, sehingga mereka menerima semua hal yang menimpa mereka dengan tabah, malah lebih dari itu, dengan semangat (walaupun kondisi badan berkata lain) untuk menolong dan menguatkan orang-orang yang lemah.

Saat kita tetap berfokus pada orang lain, bahkan di saat kesusahan menimpa kita, kesusahan itu akan berlalu seperti malam, dan akan tiba waktunya di mana matahari kembali bersinar.

Tepat pukul tiga sore tadi, omku dengan sukses melewati masa oprasinya.

Dua Kesalahan, bahkan Tiga Kesalahan

Ada dua kesalahan, bahkan bisa jadi tiga kesalahan jika kamu tidak tahu siapa yang kamu ajak dan minta pendapatnya untuk membeli barang, dan ini yang saya alami kemarin.

Kemarin siang merupakan satu hari lagi di mana saya harus duduk diam dengan manis di Starbucks Pelangi dan berkutat dengan laptop agar dapat mengetik satu cerita. Sayangnya cerita tersebut kembali harus bertemu kebuntuan, karena mata saya selalu berlari ke arah seorang wanita -- yang sedang menulis juga, tepat satu setengah meter di bawa saya. Ugh she's so Pretty, but i missed the boat to asked her name... as you know me. Tapi kita simpan itu untuk next posting, karena di sini saya mau misu-misu lagi.

Selain menyelesaikan misi menulis, saya juga memiliki misi untuk menerima demo lagu dari sahabat saya Yosua. Akhirnya kita bertemu setengah tujuh lewat setelah dia selesai fitnes. Dari sana kita beranjak ke Chicken Story untuk makan. Fyi di sini hanya menjual ayam, soalnya masih ada saja yang bertanya, 'apakah di sini (Chicken Story) jual ikan?'.

Seusai makan, dan seusai dia curhat panjang lebar mengenai bagaimana perlakuakn owner beserta managernya bekerja tanpa metode (saya saja sampai jengkel dengarnya), saya mengajak dia untuk menemani beli sepatu running dan di sinilah kesalahan saya di mulai.

Kesalahan #1: Meminta pendapat sesama jenis untuk belanja
Di sini termasuk juga untuk menemani. Kenapa? Karena tentunya kamu berpenampilan untuk dilihat oleh lebih banyak lawan jenismu, dan bukan sebaliknya. Kecuali kalo kamu memiliki orientasi sexual yang tidak normal.

Selain itu kawan-kawan kita yang sejenis, selalu menunjuk barang-barang yang sebenarnya ingin ia beli, bukan yang cocok buat kita. Begitu juga dengan kawanku Yosua ini, karena dengan selera dia jadinya tidak ada sepatu yang cocok dengan seleraku.

Kesalahan #2: Belanja dengan orang yang baru saja mendapat promosi
Karena orang-orang yang baru naik gaji, dapat promosi, mereka cendrung juga menaikan uang untuk kebutuhan sandang mereka, apa lagi cowo! Sudah jelas-jelas saya memilih belanja di tempat yang gede-gede tertulis SALE, tentunya saya cari barang murah dong?! Eh ini Yosua malah selalu menunjuk sepatu di atas 800 ribu, malah ada yang 1 juta. Mentang-mentang sekarang dia sekarang chef di Ritz Carlton Sudirman, jadi seenak udelnya aja menunjuk barang yang ingin dia beli! Masih pake ngomong, 'maafkan sahabatmu ini Yuda, sekarang mata gw lebih familiar dengan barang mewah hehe'. Kentang!

Karena tidak ketemunya selera serta harga yang cocok antara peminta saran dan pemberi saran, akhirnya saya memutuskan untuk lihat barang yang lain, yaitu parfum. Bagi saya parfum itu barang secondary, bukan primary. Lagian saya jarang menggunakan parfum. Dan di sini kembali lagi terjadi demam selera pribadi dan demam barang mahal dari sahabat saya.

Kesalahan #3: membeli barang dalam kondisi terdesak
Karena sering kali justru kamu menyesalinya setelah membeli barang tersebut. Di toko parfum yang setelahnya nama dan kejadiannya ingin sekali saya lupakan dari muka bumi, terdapat sale 70%, dan karena alasan itu saya mau masuk. Ok, sekarang kamu boleh tertawa karena ada juga cowo yang demen sale!

Sialnya semua parfum yang sahabatku tunjukan, di atas 480 ribu Gila! Sepatu aja gw males gitu ngeluarin duit segitu, apa lagi buat barang yang hanya manjain hidung?! Sekali lagi saya ulangi - HANYA MEMANJAKAN HIDUNG!

Ok memang potongannya lumayan besar, tapi tetap saja mahal. Pas saya tanya sampai kapan promonya, ternyata hari itu terakhir! Ugh benar-benar terdesak. Sudah gitu penjualnya pake ngomong soal psikologis saya cocok dengan parfumnya. Kentang! Berani taruhan, Freud aja pasti dia gak tau, pake ngomong-ngomong psikologis!

Dan tahu apa sodara-sodara? Gw beli juga parfum seharga IDR 1.000.000!! Ok memang gak tepat segitu, tapi sedikit lagi menyentuh angka itu. Alasan saya beli, karena hari itu terakhir sale, harumnya ok, dan itu rekomendasi terbaik dari sahabat terbaik. Yang sebenarnya saya beli karena saya merasa terdesak; penjual dan sahabat saya sama cerwetnya, dan sama-sama mendesak - penjual biar barangnya laku, sahabat saya biar bisa cepat-cepat pulang.

Saya pulang dengan penuh penyesalan - khususnya setelah sendiri. Udah gitu apesnya sepanjang jalan pulang, saya lihat lebih banyak gembel dan pengemis, bikin lebih banyak tuduhan dalam diriku! Oh Tuhan, kejam sekali Engkau menghukumku. Dan sepanjang malam kemarin saya sulit tidur karena benar-benar gemas membeli parfum hampir sejuta. Mending kemana-mana beli sepatu dong! Kentang kuadrat!!


Memang bukan salah sehabat saya. Saya tahu sekali ia hanya ingin yang terbaik bagi saya, hanya itu. Tapi saya seperti menghianati sebagian dari diri ini, bahwa ini bukan saya. Bahwa saya yang tidak lagi menghamburkan uang hanya untuk mengganti hape terbaru, tidak lagi menggunakan mobil hanya untuk beranjak dari kost, dan tidak lagi makan di tempat-tempat mewah; kembali melihat sisi lama saya.

Akhirnya trima kasih Yosua, karena sudah menemani belanja, dan karena sudah menghabiskan uang saya. Semoga pertemuan selanjutnya tidak pernah lagi saya membeli barang bersamamu LOL.


.

Mencari Ide & Mood

Sekarang saya lagi di SB Pelangi. Ramai sekali di sini, mungkin karena bertepatan dengan perlehatan Indonesia Idol. Soalnya tadi saya sempat ke WC, dan berbondong-bondong orang mengenakan baju 'vote Ajie'. Ada ya finalis Indonesia Idol yang bernama Ajie? Memang sudah sampai final ya? Sori, soalnya saya tidak mengikuti Indonesia Indol tahun ini. Lagi pula alasan saya berada di sini untuk melanjutkan mengerjakan draft tulisan, yang sebenarnya hanya menyalin draft satu bab dari notes ke laptop. Sigh.

Hampir sebulan ini mood saya lagi surut untuk menulis. Tidak usah bicara novel, untuk menulis blog saja susahnya setengah mati. Memang tidak dewasa untuk menyalahkan mood dalam menulis, seolah mencari kambing hitam dari kemalsan diri. Tapi nyatanya memang mood saya tidak ada untuk menulis!

Sebenarnya sudah ratusan kali saya coba pikirkan kemana mood saya pergi. Semua tempat di jagad nalarku sudah saya telusuri. Hasilnya hampir nihil, kecuali satu, bahwa waktu saya sudah mulai teratur, dan bahwa insomnia saya sudah sembuh. Mungkin inilah yang membuat mood menulis saya hilang.

Saya rasa, tidak bedanya saya dengan beberapa penulis lainnya. Ok, rasanya terlalu naif untuk menggolongkan diri saya dengan kaum penulis minoritas. Jadi saya ralat, kira-kira beginilah cara saya menggali sumber kreativitas saya dalam menulis. Ide dan mood saya dalam menulis datang dari sesuatu yang kurang baik, khususnya bagi diri saya sendiri. Kalo kamu perhatikan posting blog saya awal tahun ini, justru ditulis di tengah malam menjelang pagi. Tidak jarang malah yang ditulis di pagi hari, setelah terjaga semalam penuh. Justru di dalam kondisi tubuh yang tidak sehat, kekreativitasan saya meluber bermuara karsa.

Sayangnya saat ini insomnia saya sudah sembuh, tidur saya mulai teratur semenjak saya rutin lari pagi dan nge-gym. Olah raga membuat tubuh ini berintuisi untuk teratur. Tidur sebelum jam23, dan bangun jam5. Menjaga makan makanan sehat. Kegiatan saya mulai tertata rapi dalam rutinitas. Ini membuat instingku dalam menulis hilang.

Tidak bedanya dengan menulis puisi, atau cerpen, atau draft yang saya harapkan menjadi buku; semua tulisan saya justru lahir dari kondisi fisik yang lemah, dari kondisi yang berantakan. Begitu juga sewaktu hati ini galau dengan cinta dan air mata, justru tulisan yang sanggup saya bukukan lebih banyak dibanding saat hati penuh dengan bunga-bunga cinta.

Saya butuh ketidak bahagiaan untuk menulis. Saya butuh ketidaknyamanan untuk mengalirkan ide. Mungkin saat saya senang dan nyaman, membuat nalar saya tidak peka akan hadirnya ide. Mungkin akhirnya saya menyimpulkan kekreativitasan hadir karena kita tidak merasa nyaman. Karena orang merasa tidak nyaman hanya dengan mengendarai kuda, mereka menciptakan kendaraan. Karena orang tidak nyaman dengan surat menyurat, mereka menemukan telpon. Karena mereka tidak nyaman dengan lampu gas, mereka menciptakan listrik.

Hanya saja tidak mungkin saya menukar kesehatanku dengan ide dan mood. Ok mungkin terlihat sepadan, tapi kesehatan merupakan investasi berharga jangka panjang. Bahkan saat saya sama sekali tidak bisa menulis, kesehatan tetap bisa menjadi modal untuk melakukan hal bermakna lainnya.

Jadi solusinya agar tetap dapat menulis? Mungkin saya akan mencoba menulis dalam posisi kayang, atau sambil digantung terbalik. Tentunya itu tidak mengenakan dan cukup membuat tubuh menderita untuk dapat terus menulis.

Sebenarnya kalo ditelaah lebih dalam, ada solusi yang lebih baik dari pada ide-ide penyiksaan jaman romusa itu. Tidak harus keadaan fisik kita yang mendorong kita untuk berkarya. Sebenarnya ada yang lebih mudah tanpa perlu menyakiti diri, yaitu memotivasi diri. Tidak harus keadaan dari luar yang mendorong kita, tapi bisa juga keadaan dari dalam yang memotivasi diri kita. Walaupun lebih mudah, nyatanya sedikit yang berhasil.

Contohnya saja, seberapa banyak sih dari kamu yang mau berubah karena motivasi diri dibanding karena keadaan lingkungan yang memaksa? Saya berani berkata 1:5 yang terjadi dikehidupan nyata. Walaupun tidak ada orang yang suka dipaksa, nyatanya banyak orang lebih suka dipakasa oleh keadaan (entah dia sadar atau tidak) dari pada berubah atas keasadaran diri.

Akhirnya kembali lagi kan pada gagasan awal saya, bahwa ide dan mood bisa dicari, bisa dimunculkan dalam diri ini, tanpa harus menunggu. Ataukah saya memang terlalu malas sampai nantinya harus dipaksa untuk berubah? Jika demikian, apa bedanya saya dengan orang terjajah?





Johanes P
johanesjuda.blogspot.com
fivestroke.blogsopt.com
_____________
This mail sent by Sony Ericsson M600i

Misu-Misu

Masih sehubungan dengan menonton Hancock. Tepatnya hari Selasa itu, saya bermaksud mencuci sepatu di Laundrete. Ini berkat info dari teman saya yang sering hang out ke Taman Anggrek, bahwa di Taman Anggrek ada laundry sepatu, yaitu di Laundrette. Sayangnya teman yang saya tanyakan ini wanita, and as you know, wanita hanya baik mengingat lokasi dan tanggal SALE!

Jadi dengan nisatanya saya jinjing tiga pasang sepatu, TIGA pasang - dua sepatu kulit dan satu sepatu olah raga - ke laundrette. Begitu sampai di lantai dasar, dekat Hero, sesuai instruksi dari teman saya tsb, saya tarokan begitu saja sepatu-sepatu tsb di atas meja kasirnya, Cuci mba. Tiga pasang.

'Apa nih mas??', seru mba yang jaga sambil lihat sepatu-sepatu dengan keheranan campur ngeri.

Ya sepatu mba, masa sendal.

Mba yang jaga masih dengan wajah ngeri, takut tetanus kali kalo nyentuh sepatu saya, 'Iya tapi buat apaan mas??'

Saya mulai gak sabar, Ini laundry kan? Yah saya datang di sini buat cuci.

Akhirnya percakapan pensil tumpul ini menemukan ujungnya, 'Di sini hanya terima pakaian aja mas. Gak bisa nyuci sepatu'. Mbanya sambil tersenyum.


Dan karena informan saya yang kurang kredibilitasnya, saya bawa-bawa sepatu tiga pasang ke bioskop. Orang lain bawa popcorn masuk bioskop, saya bawa-bawa sepatu. Crab!

Selain insiden sepatu, ada lagi hal yang kurang mengenakan hari itu. Karena hari itu saya cukup lelah, maka seperti menonton_sebelumnya, saya sempatkan membeli cappuccino di luar. Sudah lama saya tidak membeli cappuccino di The Coffee Bean, maka hari itu dengan niat dan prasangka yang tulus, saya mengayunkan kaki ke CB (Coffee Bean).

Tiba di sana, saya berdiri tepat di belakang orang yang lagi meng-order. Berarti setelah orang tsb adalah giliran saya dong. Eh tanpa dinganya, ibu-ibu gendut dengan anaknya yang masih kecil datang sambil sok-sok ngelihat cake dan nanya-nanya ke kasirnya. Udah gitu nanyanya, 'apakah ada jus?'. Dalam hati, ini ibu bego bangat sih, sudah jelas-jelas ini the Coffee Bean&Tea Leaf, C-O-F-F-E-E & T-E-A - bagian dari mana yang kurang jelas bahwa di sini hanya menjual kopi dan sehelai teh?!

Awalnya saya tidak berprasangka buruk, tapi begitu orang yang order di depan saya berlalu, tanpa dikomando itu ibu langsung meng-order. Ok, kalo ini belanja di pasar, atau Ramayana, atau mungkin di Hero, saya tidak akan keberatan jika antrian saya di potong. Tapi ini di Coffee Bean, Coffee Bean??! Huh! Ternyata biar pakean bagus, kongkow di tempat mahal, tetap saja mental masih mental kampung. Orang kampung aja tahu antri, ini orang kota kek bebek, gak antri!

Setelah ibu tsb, masih aja loh tuh kasir nawarin orang yang antri di sebelah tuh ibu! Tinggal di ujung lidah saya berkata, mas di Coffee Bean orang gak antri ya? Atau mungkin sayanya gak kelihatan? Dan kamu tahu kalo saya ngomong begitu, itu artinya dengan senyum yang kering dan tatapan tajam. Jadi siap-siap saja tuh orang lari ke dapur buat nangis.

Tapi Tuhan tahu akan kekejaman hati saya sehingga, orang yang ditawarkan tsb memberi jalan buat saya. Fiuh, untunglah gak perlu bikin orang sakit hati. Tapi belum berakhir kawan, karena begitu saya menunggu order-an saya, cappuccino dalam cangkir yang saya peroleh.

Sebelum ditukar ke paper cup, saya sempat bertanya, di sini cangkirnya boleh di bawa pulang ya mas? Soalnya tadi saya bilang take away. Bagian mana dari t-a-k-e a-w-a-y yang kurang jelas?

Memang ditukar, tapi dituang gitu aja, dari mug ke paper cup! Dan tanpa permintaan maaf. Crab Quadrate!!

Kalo habis ini the Coffee Bean masih berharap pelanggan setianya untuk datang lagi ke outlet Taman Anggrek, maka maaf CB, lupakan itu!

Ok, memang saya hanya seorang saja, dan the Coffee Bean tidak akan rugi jika tidak didatangi satu pelanggannya, tapi bisa saya pastikan Coffee Bean akan sesalkan hal tsb *devil laughing*




Ps. Tapi harus saya akui, Cappuccino di CB itu lebih enak dari SB. Sigh.

Hancock


Kemarin saya tiba di mall Taman Anggrek pukul 18.43, niatnya sih sambil menitipkan sepatu di laundrette. Tapi dasar informannya flybynight, akhirnya saya tenteng-tenteng sepatu tsb ke lantai atas. Di sana sudah ada ade perempuan saya yang menunggu. Karena masih ada waktu sekitar 20 menit lagi, saya memutuskan untuk membeli secup cappuccino. Tepat pukul 18.20 kami masuk ruang studio satu, duduk di kursi nomor 18 dan 19 deretan G.

Saya tidak memiliki gambaran apa-apa mengenai film ini, sama sekali. Kecuali beberapa comment di forum yang berkata film ini bagus, hanya bermodalkan itu saya nekat menonton film tsb. Begitu melihat Will Smith, saya pun lega. Ok, memang tidak sportif menilai film hanya dari bintangnya, tapi dia favorit saya, dan kalaupun film ini jelek maka dia yang terakhir menjadi alasan saya menyukai film ini.

Plot
John Hancock (Will Smith) adalah seorang tunawisma, alcoholic, pemarah dan anti sosial. Sayangnya ia juga merupakan superhero di LA - jika definisi superhero adalah orang yang memiliki kekuatan super. Prilaku yang ugal-ugalan dan suka merusak properti dalam setiap aksi ini lah yang membuat masyarakat justru muak dan membencinya.

Suatu hari ditengah hal-hal buruk yang menimpa seorang Public Relations, Ray Embrey (Jason Bateman), Hancock datang menyelamatkan nyawanya dari kecelakaan kereta. Dari sini Ray ingin memperbaiki citra publik terhadap Hancock, karena dia merasa Hancock sebenarnya merupakan orang yang baik namun kesepian.

Awalnya Hancock menolah niat baik Ray, tapi karena tidak ada pilihan lain, maka dengan sedikit berat hati ia jalani juga. Langkah pertama ada adalah memohon maaf kepada publik LA, dan bersedia difonis penjara untuk semua kerugian yang sudah ia perbuat. Tujuan utamanya adalah membuat masyarakat merasa kehilangan Hancock, dan begitu LAPD meminta pertolongannya, maka ia akan muncul dengan citra yang baru - mengembalikan simpati masyarakat terhadap Hancock.

Akhirnya tiba juga saat yang dinanti. Hancock mendapat telpon dari polisi, dan meminta pertolongan untuk sebuah kasus penyanderaan bermotif perampokan bank. Pemimpin perampokan ini (diperankan oleh Eddie Marsan) memegang sebuah detonator yang menyandera tawanan dengan C4.

Seusai penyelamatan tsb, masyarakat menyambut kembali datangnya Hancock sebagai pahlawan kota, seperti yang sudah diprediksikan Ray. Sayangnya dari sini Hancock menyadari bahwa ia tidak sendiri, bahwa selain dia ada seorang lagi yang memiliki kekuatan yang sama malah lebih kuat dari dia, yaitu istrinya dari masa lalu, sebelum ia kehilangan ingatannya. Tidak hanya sampai di situ, karena istrinya itu sekarang menjadi istri Ray, orang yang paling mempercayai dirinya; Mary (Charlize Theron).

(+) Pros
Hancock merupakan film Action Comedy yang penuh dengan special effect serta plot yang terbilang rumit. Tapi ide ceritanya benar-benar menyegarkan dan unik. Kalo kebanyakan superhero adalah orang-orang idealis dan sempurna, maka Hancock merupakan landscape yang baru dalam melihat sebuah kepahlawanan. Di sini Hancock benar-benar seperti manusia kebanyakan, yang punya ego, dilematis dan semua kelemahan yang berterbaliakn dengan kekuatan fisiknya.

Sisi comedy Hancock pun benar-benar menggelitik, khususnya muncul dari tingkah Hancock yang ugal-ugalan, nyeleneh dan anti sosial. Pesan yang dibawa Hancock pun terbilang padat dan holistik. Dari kepercayaan, persahabatan, bahkan cinta. Tapi sepertinya Vince Gilligan dan Vincent Ngo tidak ingin menggurui penontonya, dan mengembalikan kepada masing penonton untuk nilai apa yang bisa diambil dari film ini.

(-) Cons
Film ini hampir sempurna di mata saya, kecuali sedikit kelemahan yang agak mengganggu. Charlize Theron kurang dalam penokohan. Satu-satunya signal bahwa ia memiliki hubungan dengan masa lalu Hancock, hanya kamera yang meng-close up wajahnya, dan bibir yang sengaja dimainkan. Kalo kek gini juga artis sinetron indonesia biasa lakukan.

Selain itu juga Hancock mengambangkan asal-usul tokoh protagonis dan antagonisnya. Misalnya, walaupun kita mengetahui 'mereka' imortal, dan akan berubah menjadi manusia biasa saat bertemu pasangannya, tapi hanya sampai di situ saja. Tidak ada keterangan yang lebih ditel lagi seperti dari planet mana ia berasal, kecuali bahwa mereka diciptakan begitu adanya oleh 'pencipta' mereka.

Disaat Hancock terbaring di RS pun, Mary hanya bilang bahwa 'mereka' akan terus memburu jika tetap bersama-sama. Siapakah yang memburu mereka? Manusia yang lebih kuat? manusia yang mengetahui rahasia penciptaan mereka? Nyatanya yang memburu mereka tidak lebih dari manusia lemah.

Begitu juga saat tokoh antagonis yang diperankan Eddie Marsan mengumpulkan sekutu, ia berujar, 'kita akan merebut kembali kekuatan yang telah di rampas Hancock!'. Tapi kekuatan yang mana? Karena sepanjang cerita dikisahkan mereka hanya penjahat biasa tanpa kekuatan khusus. Apakah ini yang disebut-sebut Mary sebagai pemburu mereka? Berarti mereka pun imortal? Tapi kenapa mereka bisa dicedrai, bahkan oleh seorang manusia biasa?

Tapi justru saya melihat pertanyaan-pertanyaan ini sengaja dimunculkan oleh sutradara agar tetap membekas di nalas penontonnya. Tipikal film yang akan dibuat sequel-nya. Ya kita tunggu saja.

Ranking A untuk film ini.

August Rush


Ini juga bukan film baru, pertama kali diputar di layar lebar November 2007. Dan seperti yang saya bilang di posting sebelumnya, ini lah salah satu film yang saya copy dari LAN.

Plot
Mengisahkan seorang bocah bernama Evan Taylor (Freddie Highmore) yang hidup di panti asuhan Walden County. Dia percaya kalau kedua orang tuanya sebenarnya masih hidup. Dia percaya jika musik yang ia dengar dari angin, cahaya, udara, adalah pesan dari kedua orang tuanya. Bahkan saat Richard Jeffries (Terrence Howard) dari New York Child Services Department tiba, Evan menolak untuk diadopsi pemerintah karena dia percaya kedua orang tuanya masih hidup.

Kembali ke 12 tahun sebelumnya, saat kedua orangtuanya bertemu. Louis Connelly (Jonathan Rhys Meyers) dan Lyla Novacek (Keri Russell), adalah dua musisi berbakat namun berbeda genre. Louis adalah seorang keturunan Irlandia, pemain gitar dan vocalist utama sebuah band rock indie. Sedangkan Lyla dikisahkan sebagai celloist berbakat dari Julliard School sekaligus soloist di Julliard Orchestra. Mereka bertemu dalam malam penuh mimpi, seusai konser mereka masing-masing. Hanya satu malam yang penuh arti, penuh gairah, dan penuh cinta; hanya satu malam, dan mereka berpisah. Tapi yang mereka perbuat memiliki arti yang lebih dari satu malam. Louis benar-benar terpukul harus berpisah dengan Lyla dan memutuskan untuk berhenti dari dunia musik. Sayangnya Louis tidak tahu mengenai Evan.

Evan percaya, bahwa orang tuanya tidak mungkin menemukan dia jika ia tetap berada di desa, dia harus pergi ke kota, ke tempat yang ramai, agar mudah ditemukan. Akhirnya dia berangkat ke NYC. Di NYC ia bertemu dengan "Wizard" (Robin Williams), orang yang mempekerjakan anak-anak sebagai musisi jalanan. Wizard melihat bahwa Evan memiliki musical child prodigy sehingga mendaftarkannya untuk sebuah pertunjukan dengan nama panggung "August Rush".

Sayang, sebelum pertunjukan tsb, tempat tinggal mereka digrebek polisi. Sebelum melarikan diri, Wizard sempat berpesan kepada Evan, untuk jangan menggunakan nama Evan Taylor, karena jika ia tertangkap maka ia akan dikembailkan ke orphanage. Setelah itu Evan 'mengungsi' ke sebuah gereja baptis. Di sini sekali lagi ia menunjukan bakat bermusiknya yang luar biasa, sehingga melalui gereja ia didaftarkan ke Juilliard School dengan nama August Rush. Berkat kejeniusannya Evan mendapat kesempatan menjadi komposer sebuah lagu dan perform bersama the New York Philharmonic dalam konser di Central Park.

Dalam konser ini juga mamanya kembali menjadi soloist setelah sekian tahun berhenti berkarier. Sayangnya sebelum pertunjukan tsb, Wizard datang dan mengambil Evan.

(+) Pros
Film ini dihiasi dengan bintang-bintang yang tob, sebut saja Robin Williams, Terrence Howard, Keri Russell, Jonathan Rhys Meyers dan Freddie Highmore. Freddie merupakan favorit saya. Pembawaannya tenang, namun penuh antusias. Tapi sejujurnya kekuatan dan bintang film ini justru berada di balik layar, digembongi oleh Mark Mancina, Music Director.

Mincina bukan orang baru dalam Hollywood, tapi sedikit orang awam yang mengetahuinya. Orang bilang film yang bagus tidak hanya cerita dan alur, tapi melingkupi semua aspek, termasuk musik, dan Mancina - entah sebuah kebetulan atau tidak - selalu berdiri dibelakang film-film boxoffice. Tidak percaya? Sebut saja Speed (1994), Assassins (1995), Bad Boys (1995), Twister (1996), Speed 2 (1997), Tarzan (1999), Training Day (2001), Brother Bear (2003), The Haunted Mansion (2003), dan Shooter (2007). Mana diantara semua itu yang kamu tidak tahu?

Selain Music Directornya, beberapa lagu diciptakan dan didukung musisi-musisi kawakan. Seperti "Someday" yang dikarang oleh John Legend, "Moondance" yang dikarang oleh Van Morrison dan dibawakan oleh Jonathan Rhys Meyers, dan "Raise It Up" yang menjadi nominasi Academy Award for Best Original Song, dikarang Impact Repertory Theatre dan dimainkan Jamia Simone Nash and Impact Repertory Theatre.

Musik yang disuguhkan oleh August Rush merupakan perpaduan yang baik antara orkestra dengan musik moderen. Contoh terbaik datang dari "Bach Break", di mana repetoar ini merupakan 'jalan' pertemuan orang tua Evan. Mincina juga secara apik menggunakan repetoar-repetoar gitar akustik, khususnya dengan suara fingering dan percussion effects. Ini memberikan kesan khusus berupa spontanitas, musikalitas serta kejeniusan. "Bari Improv" dan "Ritual Dance" adalah dua yang terbaik.

Film ini ditutup dengan sangat apik dengan musik eksperimen bergaya New Age, "August's Rhapsody". Repetoar ini dibuka dengan permainan suara pada ujung gelas, bandul yang diputar, dawai cello yang ditabuh. Dipertengahan diisi dengan ritem popies, dan berakhir pada lick ala Yiannis Hrysomallis (Yanni) dan angle voice.

(-) Cons
Kelemahan film ini justru datang dari potongan-potongan yang kurang logis, serta kencendrungan cerita yang lebay (berlebihan). Misalnya saat orang tua Evan bertemu. Hanya dalam satu malam ada kasih yang tumbuh, hanya satu malam mereka tidur bersama, dan hanya satu malam Lyla hamil. benar-benar kisah satu malam. Konyolnya Louis dan Lyla tidur di top roof dan Layla menggunakan pakaian lengkap. Fyi, tidak ada orang sehabis bersenggama menggunakan kembali pakaian lengkap lalu tidur kembali.

Juga saat Evan berada di greja. Dia sudah dapat memenuhi ruangan dengan berbagai partitur not balok, padahal baru lima menit sebelumnya diajarkan membaca not balok, itu pun baru penempatan nada dalam 4th note. Tapi di chart yang Evan buat sudah lengkap dengan rest sign, 8th note dan 16th note. Wow, siapa yang mengajarkan ya?


Kesimpulannya, film drama ini bagus untuk hiburan dan ditonton semua umur. Jangan pertanyakan logis tidaknya film ini, karena musik itu untuk didengarkan, bukan untuk diperdebatkan. All you have to do is listen. Music is all around us.

Ranking A buat film ini.



.

You Stupid Man


Sebenarnya ini film lama (2002), tapi dasar saya jarang nonton film (baca: katro), makanya baru nonton film ini beberapa minggu yang lalu. Itu pun secara tidak sengaja. Saat hunting file di LAN, ada yang lagi share film, iseng saya copy, salah-satunya adalah film ini. Film yang saya dapat tanpa ada terjemahan sama sekali, kecuali pada percakapan-percakapan tersirat, itupun terjemahan dari film-nya, agar penonton bisa tetap dapat mengikuti pembicaraan yang sebenar-benarnya.

Film ini mengisahkan mengenai kebodohan cowok, the pot calling the kettle black. Owen (David Krumholtz), tokoh utama film ini, memiliki hidup yang sempurna. Karirnya sebagai penulis semakin menanjak, dan pacarnya pun, Chloe (Denise Richards), semakin sukses sebagai artis Hollywood. Memiliki pekerjaan yang diidam-idamkan, memiliki pacar yang cantik dan mencintainya; benar-benar hidup yang sempurna.

Sampai tiba akhirnya Owen mendapati pacarnya berselingkuh dengan rekan kerjanya di studio (Rodger yang diperankan oleh Landy Cannon) . Tentu saja hal ini membuat kisah cinta mereka berakhir. Tapi tidak semudah itu bagi Owen, karena sebenarnya ia masih mencintai pacarnya itu. Kemarahan karena dikhianati, kesedihan karena harus sendiri, dan kekesalan karena harus melihat mantan pacarnya bercumbu dengan pria lain masih bernaung di hatinya.

Untungnya Owen memiliki seorang sahabat yang baik, Jack (Dan Montgomery Jr.). Ditengah kesedihan tsb, Jack memperkenalkan Owen dengan teman dari tunangannya. Sebenarnya Owen malas untuk menjalin hubungan dengan wanita lain, tapi ia juga tidak bisa menolak permintaan Jack.

Singkat cerita akhirnya Owen bertemu dengan wanita tsb, Nadine (Milla Jovovich). Kencan pertama ini, Owen dengan sengaja membuat impresi yang buruk terhadap dirinya. Mulai dari sengaja salah ucap, membicarakan lah yang tabu untuk first date, sampai memberhentikan taksi bagi dirinya sendiri. Dari sini pula dimulainya percakapan tersirat bermakna ganda, seperti i'm great, ujar Nadine yang sebenarnya bermakna, you're an assho**. Atau saat Owen berkata, I guess I give you call padahal makna sebenarnya i'd sooner kill myself. Gak ngerti? Sama dong!

Pertemuan kedua juga masih buruk, secara sengaja Owen farting on Nadine's frock. Damn! Hebat kalo masih ada cewe yang mau dijadwalkan lagi buat kencan sama Owen, termasuk Nadine pun sudah jengah dengan ulah Owen. Sayangnya impresi buruk tsb buyar saat Jack melangsungkan pernikahannya dengan tunanganya Diane (Jessica Cauffiel). Pada acara ini, tidak hanya Owen dan Nadine saja yang hadir sebagai teman dari Jack dan Diane, melainkan mantan kekasih Owen, Chloe beserta pacarnya.

ini membuat Owen kegerahan. Puncaknya, secara tidak sengaja ia kelepasan melepaskan makian penuh sindiran saat memberikan pesan dan kesan di pernikahan sahabatnya. Tapi di sinilah Owen mempertunjukan kepandaianya dalam merangkai kata dan kalimat, dan justru menunjukan daya tarik aslinya kepada Nadine. Singkat cerita mereka menjadi akrab dan bersahabat. Sayangnya Owen terlalu bodoh untuk melihat siapa orang yang benar-benar mencintai dia. Bahkan setelah hubungan yang dekat itu, Owen masih kembali bersama kekasih lamanya.


(+) pros
You Stupid Man bergenre drama comedy. Berbeda dengan kebanyakan film dengan genre serupa yang cendrung slapsticks, film ini diracik sedemikian rupa sehingga humor yang disuguhkan hangat dan cerdas. Lucu namun tidak kampunngan. Penggunaan idiom yang melimpah serta makna-makna tersirat pun menjadi kekuatan tersendiri dalam film ini. Tidak hanya ditunjukan melalui kata-kata, tapi juga dalam aksi dari para tokohnya. Misalnya sewaktu Owen mengetahui bahwa ternyata kisah cinta Nadine sedikitnya mirip dengan dia, Owen melepas sepatunya dan mengigitnya; padanan dari menarik kembali kata-katanya. Atau sewaktu mereka saling bertukar kado valentine. Nadine memberikan Owen sepasang alas kaki - buatlah keputusan kawan.

Saya sendiri perlu sedikit waktu untuk mencerna setiap idiom dan kiasan di balik perkataan maupun tindakan tokoh-tokohnya. Namun justru ini yang membuat film ini semakin menarik untuk ditonton.

Pewatakan para tokohnya pun benar-benar kuat. Misalnya seperti Milla Jovovich yang memerankan Nadine, ia benar-benar penuh ekspresi. Watak tokoh digambarkan dengan sempurna melalui mimik, sikap dan gerakan-gerakan kecil lainnya. Perubahan hati dan arti ditunjukan dengan sempurna hanya dari mimik wajah dan bahasa tubuh. Walaupun dalam film ini Milla Jovovice berbadan besar (digambarkan dengan kontras melalui lawan mainnya, David Krumholtz) , tapi justru menjadi favorit saya. Berbeda dengan peran dia di Resident Evil yang menyohorkan namanya, saya justru kurang begitu suka.

(-) cons
David Krumholtz pun menjadi favorit saya dalam film ini. Cerdas, suple dengan percakapan yang menarik. Sayangnya justru kelemahan film ini datang dari hal teknis. Di beberapa screen terlihat adegan yang menunggu. Seperti adegan antara Owen dan Nadine sehabis kencan pertama mereka. Mereka sengaja berjalan ke luar dan berhenti di spot yang sudah ditunggu oleh kamera, berdiri di dead center (istilah dalam pengambilan gambar saat POI - obyek, berada tepat di tengah kamera). Atau seperti saat Owen dikejutkan saat ulang tahunnya di bar, untuk sesaat ada jedah antara kejutan dengan keterkejutan Owen.

Tapi secara keseluruhan film ini bagus untuk ditonton. Antara penyampaian dan pesan moralnya memiliki pertalian yang jelas walaupun baru terlihat di akhir cerita,
You can't have the best of both worlds. It's not love.

Ranking A
untuk film ini.




.

Alibi Tidak Menulis Posting

Posting pertama di bulan Juli, dan semoga tidak seperti bulan lalu, saya tidak kurang inisiatif untuk mendorong pantat malas ini (meminjam ucapan Yessica).

Pernah tidak kamu mencanci sso yang kamu pikir orang tsb tidak mungkin untuk membaca posting cacian tsb, dan ternyata dia baca? Nightmare.

Hahaha mungkin ini serupa yang saya alami saat memposting review_novel_Hubbu. Posting tsb dikomentari langsung sama Mashuri, penulis Hubbu. Damn it!

Masih berhubungan dengan pencacian, kemarin saya baca blog_teman_saya, dan dia menyinggung mengenai Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Dan seperti yang kita saya ketahui bahwa UU tsb membuat kita tidak dapat mengemukakan pendapat kita (baca: mencaci-maki) dengan aman.

Jadi ada kemungkinan lain jika bulan ini tidak ada posting dari saya. Jika bukan karena malas, itu artinya saya sudah dijerat UU ITE oleh mas Mashuri.

Tapi sepertinya tidak terlambat jika saya mengklarifikasikannya. Bahwa Hubbu adalah novel pertama Mashuri, jadi tidak apa-apa novelnya jelek begitu. Sebelumnya Mashuri adalam penulis puisi dan penyair, dan puisinya bagus-bagus kok (terlihat seperti penjilat gak sih gw??). Eh ngomong-ngomong kemarin saya baru baca dua puisinya Mashuri loh!

Selain kejadian penulis yang baca komentar pedas saya, minggu ini juga ada deja vu yang berulang-ulang saya alami, dan lucunya saya pun tetap pada status quo.

Beberapa bulan lalu, tepatnya antara bulan April dan Mei, cerpen saya dimuat di salah-satu majalah man-lifestyle. Isi cerpennya kira-kira mengenai pria yang punya hasrat terhadap seorang wanita, namun tidak memiliki keberanian yang bersebrangan dengan fisiknya. Sebenarnya cerpen ini terinspirasi dari kekonyolan cowok sehari-hari, termasuk saya sendiri.

Lucunya di mana?

Lucunya setelah cerpen tsb dimuat, justru semakin banyak pengalaman serupa yang saya alami. Contohnya teman adik saya yang sudah saya kenal lama, namun baru belakangan ini ingin menjalin persahabatan. Sayangnya setiap teman adik saya muncul, saya hanya bisa nyengir kuda, tanpa tahu mau ngomong apa. Setiap mau ngomong, suara saya seperti ibu-ibu mau beranak, mejret!

Tidak usah yang lama deh, kemarin saja sewaktu di Gramedia, saat saya di deretan buku sos-pol, ada seorang cewe yang mendatangi saya, terus ambil buku tepat di depan saya. Saya sempat menoleh dan memang good looking sih. Tapi, ada tapinya nih. Tapi bukan hal itu yang membuat saya tertarik, melainkan buku yang dia ambil. Fyi, sangat jarang menemukan cewe nangkring di rak buku sos-pol.

Kuliah di Fisip?
Celetuk saya.

Cewe tsb sempat menengok sambil menyerngitkan dahi sebentar. 'Ow iya', jawabnya pendek sambil melanjutkan membolak-balik buku.

Kuliah di Untar? Semester berapa?


'Semester enam', masih dengan acuh tak acuh.

Wajar saya berasumsi dia kuliah di Untar, karena ini di Gramedia Citra Land. Hanya saja, yang saya gak tahu tuh di Untar GAK ADA fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik! Apes!


Tapi syukurlah (kalo memang bisa dibilang syukur), karena percakapan tsb hanya terjadi di benak saya. Kenyataannya, saya malah meninggalkan rak buku tsb, sambil mencaci diri ini secaci-cacinya.

Contoh teman adik saya dan kejadian di Gramedia hanya sebagian kecil dari pengalaman beberapa bulan ini. Minggu ini saja, kalo saya hitung-hitung, sudah hampir setengah lusin pengalaman serupa. Entah kenapa setelah menulis cerpen tsb jadi semakin sering mengalamin ya. Mungkinkah kutukan?

Saya bukan orang yang takut berbicara di depan umum, walaupun sebenarnya lebih memilih peran dibalik layar. Saya juga bukan orang yang demam cewe, alias kalo berdekatan dengan cewe jadi salting. Tapi susah bangat buat ssaya untuk memulai percakapn dengan MAHLUK YANG BERNAMA WANITA!

Pernah saya nekat berkenalan dengan seorang wanita. Seharusnya semua bisa baik-baik saja, dan sempurna. Tapi yang terjadi sebaliknya. Kamu tahu dong kisah di film-film yang tokoh utamanya grogi, namun berusaha mengatasinya dengan berucap 'saya pasti bisa, saya mampu... saya pasti bisa... bisa... BISA...!' terus begitu, mendoktrin diri sendiri, sampai akhirnya terlalu percaya diri dan berbuah kekacauan. Nah kira-kira demikian juga halnya dengan pengalaman saya kala bersikap sok PD.

Bisa jadi setelah mengetahui kelemahan saya, kamu berpikir bahwa selama ini saya tidak punya pacar. Untungnya Tuhan masih baik, memberikan saya kesempatan untuk berpacaran dengan dua orang wanita (diwaktu yang berbeda tentunya) tanpa harus menembak mereka. Tapi sekarang status saya single kok hehe.

Akhirnya bagi saya lebih mudah buat mengerjakan soal kalkulus, atau menulis cerpen dan blogging, dari pada harus berkenalan dengan seorang wanita. Ugh cupu bangat ya?

Berarti ada satu lagi alasan jika bulan ini tidak ada posting dari saya -- selain malas dan terjerat UU ITE, yaitu saya sudah punya pacar lol.



.