The Man Who Loved Books Too Much

Ada beberapa buku yang terlalu fiksi sebagai kisah nyata, tapi juga sebaliknya, ada kisah yg terlalu nyata dan logis sebagai buku fiksi. Gw punya dua buku yang menggambarkan ke duanya, the Man Who Loved Books Too Much by Allison Hoover Bartlett dan the Art of Racing in the Rain by Garth Stein.

Ke dua buku ini bisa dibilang bersifat sentimentil, sesuatu yang bersifat pribadi. Mungkin karena itu ke dua buku ini bagus untuk dibaca kala santai.

the Man Who Loved Books Too Much;
merupakan kisah (nyata tentunya) tentang seorang pencuri, detektif dan obsesi pada kesustraan (secara fisik). Ini bukan kisah pencuri biasa, melainkan kisah pencuri buku langka. Uniknya yang mendasari John Charles Gilkey mencuri buku-buku langka tsb bukan didasarkan pada keuntungan melainkan karena kecintaannya terhadap buku, itu jg yang membuat dia sulit ditangkap karena hampir tidak ada jejak. Yang sanggup dia lakukan demi kecintaannya pada buku adalah sampai masuk penjara; kecintaan yang lebih tepat disebut obsesi.

Barangkali yang sama obsesifnya dengan Gilkey adalah Ken Sanders, seorang yang menyebut dirinya "bibliodick" dan sangat ingin menangkap si pencuri. Sanders - seumur hidup menjadi kolektor dan penjual buku langka berubah menjadi detektif amatiran - tak akan berhenti memburu si pencuri yang mengacaukan perdagangannya.

Kisah ini ditulis dengan observasi partisipan oleh jurnalis Allison Hoover Bartlett yang terjun langsung ke dalam dunia buku yang fanatik sekaligus mempesona. Beberapa babnya banyak memuat petikan wawancaranya dengan Gilkey, Sanders, dan beberapa kolektor buku. Bahkan terjun langsung ke berbagai book expo.

Semua kolektor punya kisahnya sendiri, bagaimana mengawali kecintaannya terhadap buku, termasuk juga Gilkey dan Sanders. Buku ini mengisahkan semuanya; ketegangan, wawasan, humor dan obsesi.

Gw bahkan hampir percaya buku ini fiksi kalau bukan karena seringnya mengecek cover depannya untuk memastikan bahwa ini nonfiksi. Kisahnya terlalu fantastis, dengan mendengar banyak buku yang harganya terlalu gila-gilaan untuk dinalar akal sehat. Bahkan ada diantaranya yang berharga jutaan US dolar. Tidak kalah fantastisnya orang-orang yg merelakan hidupnya untuk terjun dan menggeluti dunia ini.

Dan diam-diam, seperti kebanyakan bagaimana setan buku menggerus pesona kebanyakan kolektor amatiran, gw mulai mencari-cari buku tua di gudang dengan harapan menemukan sebuah buku langka bak mutiara yang tersisih. Untung gw gak punya uang ribuan dolar untuk dihabiskan oleh setan buku.

Reportase seperti ini mungkin masih asing bagi kebanyakan orang Indonesia (gw juga jarang menemukan artikel atau rubrik bersambung seperti ini di koran-koran kita), namanya jurnalis sastrawi. Pertama kali dikembangkan tahun 60an oleh... gw lupa namanya. Bahkan artikel pertamanya pun gw lupa, tapi yg pasti gw punya bukunya dan otak gw berceceran sebelum bab ke 2 habis gw baca. Intinya reportase ini ditulis dengan gaya menulis novel, namun bedanya semua data, waktu, pristiwa bahkan nama pelaku adalah nyata sebenar-benarnya, bukan rekayasa.

Bedanya buku ini memuat sesuatu yg sentimentil, yaitu opini pribadi penulisnya. Sebenarnya dapat dimaklumi karena ini bukan sebuah reportase kaku di sebuah koran atau majalah, melainkan sebuah buku komersil; dan sering kali kita perlu sifat sentimenti dalam urusan bisnis komersil. Sayangnya kekurangan buku ini justru datang dari opini-opini Bartlett tsb.

Reportasenya holistik. Repetoarnya bagus. sayang pendapat pribadinya tidak sebagus liputannya. Gw kurang begitu suka kesimpulannya terhadap Gilkey di akhir cerita. Seolah-olah membantah semua tulisan dari awal adalah kisah bohong, alih-alih termasuk hasil manipulasi Gilkey. Itu membuat bahwa kisahnya keliru dan seharusnya menulis ulang soal the Man Who Loved Books Too Much.

Itu sebabnya, selain Agatha Christie, gw gak begitu suka penulis wanita. Mereka membuat buku mereka atau tulisan mereka bertentangan. Kontrarasio. Gak logis. Maafkan penilaian gw, tapi gw belum menemukan penulis wanita yang benar-benar menghentikan dunia gw.





Sent from my Google neXus One™

0 comments:

Posting Komentar