Permintaan Buruh Yang Tidak Masuk Akal


Aksi buruh belakangan ini meresahkan, dan buat saya pribadi menjengkelkan. Saya mendukung setiap usaha untuk memperbaiki taraf hidup, tapi bukan seperti apa yang ditempuh buruh saat ini. Apa yang buruh tuntut saat ini ada dua hal, pertama UMP (Upah Minimum Provinsi) 2,2juta dan penghapusan out sourcing. Dua-duanya tidak masuk akal.



Kenaikan UMP
Angka 2,2juta itu tidak beralasan, dan entah dari mana angaka tsb didapat. Apa artinya 2,2juta? Kenaikan 40% dari tahun ini. Angka ini jauh di atas biaya hidup sejahtera. Dan ironisnya, semua daerah minta diseragamkan tanpa memperhitungkan biaya hidup yang berbeda di tiap daerahnya.

Apa dampaknya?
Pabrik-pabrik, khususnya garmen, terancam tutup. Kenapa garmen? Karena industri garmen padat karya dan 35% dari total biaya produksinya merupakan beban biaya gaji buruh. Berbeda dengan pabrik elektronik atau otomotif yang bertumpuh pada teknologi, yang beban biaya gaji buruhnya hanya sekitar 10% dari total produksi.

Tidak cuma itu saja, tahun depan dipastikan TDL (Tarif Dasar Listrik) dan BBM akan naik. Ini diperkirakan akan menaikan inflasi negara hingga 6%, dan menghantam kelangsungan pabrik di indonesia. Artinya iklim investasi asing di Indonesia akan semakin tidak kondusif.

Kenaikan UMP harus dapat mendorong daya beli masyarakat, kenyataannya dengan kenaikan UMP 40% ini akan sebaliknya. Pengusaha yang bertahan dan menerima keputusan UMP tsb akan melakukan langkah-langkah logis, yaitu PHK dan tidak menerima karyawan baru hingga harga jual dapat mengimbangi total biaya, dan ini akan berlangsung lama.

Artinya angka pengangguran akan meledak di tahun mendatang dan diperparah dengan inflasi yang tinggi. Memang kenaikan harga produk industri tidak sesensitif harga sembako, tapi merupakan faktor domino.

Pikir secara logis, saya todong perusahaan untuk menaikan gaji sebesar 40% tanpa diimbangi skill saya. Di bawah tekanan terpaksa perusahaan menaikan gaji, tapi dengan kompensasi PHK bagi pegawai yang dinilai tidak produktif. Saya kena PHK, dan saat keluar dari pekerjaan, lapangan pekerjaan sulit. Akhirnya UMP 40% itu tidak saya rasakan secara jangka panjang. Ini yang tidak dipikirkan oleh buruh.

Memperbaiki kesejahteraan tidak harus dengan UMP yang tingg, tapi bisa dengan tunjangan.


Penghapusan Out Sourcing
Ini yang buat saya tidak masuk akal sama sekali, dan bisa saya simpulkan buruh tidak paham dengan apa yang mereka tuntut. Saya tahu permainan out sourcing yang brengsek dan merugikan karyawan, seperti kontrak yang diperpanjang berkali-kali dan posisi karyawan yang bisa dikerluarkan kapan saja tanpa uang perpisahan (apa lagi pesangon). Tapi soluisnya bukan menghapus out soucing. Itu sama halnya seperti pisau yang banyak digunakan untuk tindak kriminal, lalu ramai-ramai salahkan pisau dan minta pelarangan penjualan pisau. Itu, maaf, tolol.

Out sourcing itu alat. Dibutuhkan karena fungsinya seperti spounge. Membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Out sourcing tidak menjamin lapangan kerja yang kondusif secara kualitas, tapi menjamin lapangan kerja secara kuantitas. Dari pada satu upah ideal diberikan hanya kepada satu orang yang kompeten, upah tsb dibagi ke lima orang yang tidak berpengalaman.

Tujuannya adalah membuka ruang kerja seluas mungkin, sekaligus mendorong likuiditas uang di masyarakat. Bayangkan lapangan kerja terbuka dengan lebar, saya yang tidak punya pengalaman bisa bekerja, dan pada saat saya sudah punya pengalaman bekerja dan skill yang baik, saya memperbaiki taraf hidup saya dengan bekerja di tempat lain.

Persoalannya adalah masyarakat kita cendrung mencari uang ketimbang bekerja. Mereka ingin melakukan hal yang sama terus-menerus tapi berharap mendapat hasil yang berbeda. Saya mau bilang, bahkan di Amerika sekalipun gaji buruh gak akan bikin buruhnya sejahtera. Saya mau sejahtera, saya harus upgrade diri saya, cara berpikir dan bekerja saya.

Persoalan ke dua adalah Out sourcing ini sendiri harus diatur dan ditertibkan. Ini yang seharusnya dituntut karena mendesak. Saya tahu ada satu bank yang meng-out sourcing pegawainya dan tidak menerima pegawai tetap lagi sejak 6-7tahun lalu. Ini yang jadi pokok persoalan, karena hak karyawan sangat lemah. 


Di Balik Aksi
Saya perhatikan aksi buruh beberapa tahun lalu dibanding tahun-tahun sekarang ini sangat berbeda. Minggu lalu saya dengar narasumber dari pihak buruh saat diundang ke studio MetroTv. Terlihat sekali seperti perdebatan pensil tumpul, alias debat kusir. Dia hanya ngotot buruh tidak sejahtera. Titik. Berbeda sekali dengan tokoh-tokoh buruh yang dulu pernah saya dengar. Dulu masih banyak tokoh-tokoh buruh yang cerdas, memperjuangkan hak mereka dengan terhormat. 

Saat ini aksi buruh gak ubahnya seperti preman. Sering sekali aksi buruh berakhir dengan kericuhan, dan pengrusakan fasilitas kantor. Tidak semua buruh tertarik dengan aksi demo ini, dan begini cara buruh mengumpulkan masa, dengan memaksa rekan-rekan mereka sesama buruh untuk berdemo. Caranya dengan sweaping. Mereka datangi pabrik yang peroperasi, dan menyuruh buruh yang bekerja untuk keluar. Tidak jarang dengan cara kekerasan. Ini lucu, sebenarnya nasib siapa yang mereka perjuangkan?

Anda tahu, jika para buruh berdemo artinya perusahaan secara tidak langsung membiayai aksi tsb. Saat buruh yang tergabung dalam serikat buruh tidak bekerja karena aksi demo, perusahaan tempat dia bekerja harus tetap membayar upah mereka. Perusahaan tidak bisa menolak kewajiban ini karena berarti perusahaan tidak mendukung aksi serikat buruh, dan ini bisa diancam tuntutan hukum. Belum lagi kerugian milyaran rupiah yang harus ditanggung perusahaan saat pabrik mereka berhenti beroperasi sehari saja.

Saya tahu satu pabrik yang mengalami kerusakan mesin mereka dan harus menanggung kerugian hingga ratusan milyar karena diduga mesin disabotase. Buruh tinggal pasang badan, perusahaan gigit jari.


Saya tidak membela pengusaha karena pengusaha juga banyak yang brengsek. Dan saya tidak salahkan buruh dengan kenaikan UMP ini, karena yang patut disalahkan adalah pemerintah. Pemerintah kita saat ini tidak punya ketegasan.

Akar dari semua kekacauan ini karena pemerintah kita tidak tegas. Tidak tegas terhadap pengusaha brengsek, tidak tegas terhadap aksi-aksi demo, dan tidak tegas terhadap aturan-aturan yang mereka buat sendiri. Kita ingin pihak asing berinvestasi di Indonesia, tuntut RIM dan Google bangun server mereka di sini, tapi apa jaminannya untuk investor? Apa jaminannya untuk para tenaga kerja kita?

Gak heran kok masalah TKI kita jadi momok, wong tenaga kerja di negri sendiri terabaikan.



*)foto diambil dari sini.

0 comments:

Posting Komentar