Kenapa Harus Takut Mati Jika Hidup Itu Sia-Sia?

Tidak bisa gw percaya gw harus kembali menulis seperti ini di sini, dan akan menghabiskan sebagian besar waktu-waktu gw di sini karena masalah yang sama, dengan orang yang sama. Masalah yang bertahun-tahun lalu gw hadapi.

Entah gw yang terlalu bodoh, atau gw terlalu doyan dengan ini semua.


Kita pikir kita sudah menghadapi peristiwa paling menyakitkan, peristiwa paling buruk, tapi tunggu beberapa waktu dan kita akan temukan hidup selalu punya kejutan untuk kita. Hidup selalu tahu caranya.

Ada kalanya hidup menyakiti kita dengan sangat sehingga ingin sekali kita berpaling darinya.

Gak heran, hidup itu hanya bagi orang-orang yang memiliki mental baja, atau yang sangat beruntung. Kalau kamu bukan di antara ke duanya, mungkin kamu sedang menjalankan hidupmu yang sia-sia. Mengakhiri hidup yang sia-sia hanya ada dua pilihan, mulai memiliki mental baja dan melanjutkan hidup atau mengakhirinya.

Bicara mengakhiri hidup, kita sering dibenturkan terhadap dosa dan neraka. Itu yang kita percaya seumur hidup kita.

Tapi bukannya betapa menyedihkan jika satu-satunya alasan kita melanjutkan hidup hanya karena takut neraka? Dan apakah setelah kita melanjutkan kesia-siaan ini lebih lama lagi, kita akan diganjar surga?

Seorang hamba Tuhan memberikan alasan mengapa bunuh diri diganjar Neraka, karena kita menistakan Bait Tuhan, dan Bait itu adalah diri kita. Masuk akal. Tapi bukan kah seorang perokok pun sedang melakukan hal yang sama? Dan jika dia mati karena rokok, dia harus masuk neraka. Atau orang-orang yang mati karena kolesterol, karena seumur hidupnya tidak menjaga pola hidup yang sehat, mereka pun masuk neraka, kan?

Jangan salah paham, gw menulis begini bukan ingin mati. Sebaliknya, justru gw ingin bertahan dan hidup. Kematian terlalu mudah untuk diraih. Gw bisa menelan pil tidur lebih banyak dari yang dianjurkan, lalu tidur di tepi lantai 21, menunggu kematian dengan tenang di sana. Atau gw bisa dengan dramatis menusukan pisau ke leher. Menakutkan sih, tapi kalau kamu berteriak cukup keras sebelumnya, kamu akan kaget dengan apa yang bisa dilakukan dirimu.

Namun justru karena kematian itu mudah di raih, dan dia tidak beranjak ke mana-mana, makanya kita bisa memilih mati kapan saja. Tapi berbeda dengan hidup, kita tidak bisa memilih hidup kapan pun kita mau.

Gw bukan orang yang optimis, sering kali malah pesimis. Tapi gw tahu, gw sangat presisten. Mencintai seorang gadis berulang-ulang walaupun tetap gak bisa bersama. Mengerjakan pekerjaan yang sama walaupun diragukan prospeknya. Gw akan tetap lakukan itu walaupun mulut berkata tidak, bahkan mungkin hati ini berkata tidak, seolah hanya itu satu-satunya cara yang gw ketahui.

Seperti matahari yang terbit dari timur dan terbenam di barat. Bukan karena matahari itu yakin bumi menjadi lebih baik karenanya, tapi karena hanya itu yang diketahuinya. Bersinar.

Orang yang optimis percaya bahwa walaupun jalannya berat, tapi mereka akan sampai. Sedangkan orang-orang presisten walaupun mereka tidak akan sampai, namun percaya mereka harus terus berjalan.


Gw tulis ini untuk diri gw di 20 tahun yang akan datang. Gw harap lu masih ada dan bisa jawab semua pertanyaan-pertanyaan ini. Gw harap lu akan tersenyum dan menyadari betapa bodohnya gw sekarang ini.

Gw bahkan mulai meragukan ini tulisan gw diakhir 30 tahun hidup gw...

0 comments:

Posting Komentar