Seni Berkomunikasi = Seni Mendengarkan

Ada sebuah kesesatan dalam berpikir bahwa jika kita ingin dianggap pintar maka mulailah untuk berbicara. Padahal berbicara tidak menambah kepintaran kita, karena saat kita berbicara, kita menyampaikan informasi – menambah pengetahuan orang lain, tapi tidak menambah informasi apa-apa ke dalam pengetahuan kita. Salah-satu cara agar pengetahuan kita bertambah adalah dengan mendengarkan.
Maka seni berkomunikasi bukan mengenai seberapa baik kita berbicara, namun seberapa baik kita mendengarkan.

Semakin banyak kita mendengarkan, semakin banyak informasi yang kita miliki. Maka tindakan dan keputusan yg kita ambil akan semakin tajam, karena didasari oleh pengetahuan yg diterima. Orang bijak berpikir dan bertindak berdasarkan pertimbangan logis dari rangkaian informasi yg dimilikinya. Itu sebabnya para pemimpin perusahaan besar adalah orang yg ahli dalam mendengarkan.
Hal yg identik pun berlaku di bisnis dan marketing. Ada yg namanya marketing communication, dan seperti yg saya tulis di awal mengenai komunikasi, maka seharusnya kita memberi perhatian lebih pada mendengarkan dibanding berbicara. Memang ‘berbicara’ mengenai produk adalah hal yg penting, karena jika tidak, bagaimana pasar mengetahui produk kita. Tapi jauh lebih penting untuk punya waktu dan perhatian dalam mendengarkan suara konsumen mengenai produk atau industri kita.
Informasi adalah kunci untuk berhasil. Kita ingin produk kita laku, dengarkan suara konsumen. Kita ingin jasa kita dicari di mana-mana, dengarkan suara calon konsumen. Siapa yg lebih banyak mendengarkan akan memiliki informasi lebih banyak untuk memenangkan persaingan.
Lalu bagaimana cara mendengarkan untuk memenangkan persaingan?
  1. Mendengar di tempat orang ramai berbicara. Saat ini sosial media adalah media dengan tingkat percakapan yg tinggi, jadi pasang ‘telinga’ di sosial media. Saat kita mengabaikan sosial media, kita sedang mengabaikan konsumen.
  2. Pastikan alat dengar kita bersih. Saat alat dengar kita kotor, kita tidak yakin dengan informasi yg didengar, kita akan ragu dalam mengambil tindakan, dan keraguan akan menghasilkan keputusan yg tidak tepat. Di sini pentingnya kita memiliki alat dengar yg akurat.
  3. Miliki pikiran yg terbuka. Saat kita mulai mendengarkan, maka mulailah dengan kerendahan hati untuk menerima informasi dan bersikap proaktif terhadap informasi yg didapat. Kecepatan proaktif dalam bertindak akan menentukan keberhasilan kita. Ini yg kita sebut dengan momentum. Makanya kita perlu alat dengar yg cepat dan tepat dalam menarik data dan menyajikan data.
  4. Dengarkan pembicaraan kita. Sering kali saat kita berbicara, kita tidak benar-benar sadar apa yg kita katakan, karena biasanya kita lebih cepat berkata-kata dibanding berpikir. Itu sebabnya saya membiasakan merekam presentasi atau workshop saya untuk didengarkan ulang. Kadang saya dapatkan penjelasan saya tidak runut, atau jawaban saya tidak berhubungan dengan pertanyaan, atau saya menemukan kalimat-kalimat yg tidak efektif dalam rekaman saya. Sama halnya dalam mempromosikan produk dan jasa kita. Kita perlu mendengarkan promosi-promosi kita sendiri. Tujuannya untuk menjadi bahan evaluasi dalam berkomunikasi yg lebih baik.
Pada akhirnya baik untuk memiliki produk yg dibicarakan oleh banyak orang, namun jauh lebih bermakna saat memiliki produk yg menjawab kebutuhan orang banyak.

0 comments:

Posting Komentar