Kebaikan Retoris

Bulan Ramadhan baru saja berakhir, menyisahkan beberapa toples kosong, tumpukan piring, juga sedikit lingkar perut yg bertambah. Namun bukan ini yg saya ingin bahas, tapi kebaikan yg sudah kita bagikan, seberapa banyak yg masih mengingatnya dan berbekas di hati kita?

Bulan Ramadhan adalah bulan dimana semua orang berlomba-lomba menabur kebaikan. Dan apa yg tersisa? Apakah kebaikan tsb bermanfaat bagi orang lain ataukah hanya kebaikan retoris?



Saya ambil dua contoh kegiatan yg paling 'trend' dilakukan saat bulan Ramadhan, buka bersama anak panti asuhan, dan sahur on the road (yg tujuannya membagikan nasi bungkus/uang). Dua hal ini sudah saya lakukan, bahkan jauh sebelum saya tahu maksudnya.

Bertahun-tahun yg lalu, saat saya masih SD, orang tua saya sering membawa saya ke panti untuk berbuka puasa bersama, atau sekedar berbagi makanan. Hampir sama lamanya dengan kegiatan tsb, setidaknya sebulan sekali, orang tua saya akan membeli (bahkan ibu saya memasak) berpuluh-puluh nasi bungkus untuk dibagikan di jalanan/perempatan. Hal ini semakin getol mereka lakukan saat pindah ke Bandung. Bahkan di saat orang tua saya kesusahan, mereka masih berusaha untuk membagikan nasi bungkus, walaupun isinya hanya sayur dan tahu/tempe. Namun saat ini orang tua saya sudah tidak melakukannya lagi. Mereka enggan melakukan kebaikan retoris.

Mungkin buat teman-teman yg pernah berbuka puasa bersama anak panti, atau mungkin Ramadhan kali ini jg melakukannya, tahu  bahwa untuk mengajak berbuka bersama anak panti, apa lagi di bulan Ramadhan, kita harus mengantri, karena bukan kita saja yg ingin melakukannya. Bahkan tidak sedikit panti yg sudah punya jadwal berbuka puasa full booked selama satu bulan, plus harus membagi menjadi beberapa kelompok karena dalam satu hari ada 3-4 donatur yg ingin berbuka bersama.
Terakhir saya berbuka dengan salah-satu pantiasuhan, saya melihat banyak sekali makanan yg dibuang. Hanya makanan yg enak dan 'mahal' yg habis atau dibawa pulang. Atau teman-teman pernah alami di mana pengurus panti menyodorkan daftar menu makanan berbuka, "minimal KFC ya pak, karena kalau nasi bungkus pake ayam, setiap hari anak2 makannya itu".

Kalau kita tidak menyanggupinya, mereka tidak merasa rugi, karena toh yang ingin berbuka puasa dengan mereka banyak dan sudah mengantri.
Pernah teman-teman terlibat dalam pembagian nasi bungkus, dan pengemis yg kita berikan memilih-milih lauk yg mereka terima? Atau gelandangan yg mencibir cuma diberikan nasi bungkus warteg alih-alih nasi padang?
Saya pernah alami di mana nasi bungkus yg saya berikan dibuang ke jalanan oleh pemulung.

[DISCLAIMER] Saya tidak akan merespon perdebatan soal ini, karena saya berbicara dari pengalaman saya, dan saya percaya untuk teman-teman yg sudah sering melakukannya pasti pernah mengalaminya. Buat yg tidak mengalaminya, selamat! Kamu beruntung telah berbuat kebaikan ke orang yg tepat.


Sudah bukan rahasia lagi bahwa pemulung atau gelandangan menjamur menjelang hari Raya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kebanyakan pantiasuhan sudah menjadi produk komersil dibanding produk sosial. Saya cukup yakin teman-teman yg melakukan kegiatan sosial ini pun mengetahuinya. Namun kenapa kita tetap melakukannya?

Ya, karena saya merasa menjadi orang baik setelah melakukan perbuatan-perbuatan tsb. Saya mendapatkan kesenangan saat melakukannya. Upah saya besar di Surga. Objeknya adalah saya.
Jadi bagaimana mungkin kita melakukan kebaikan saat objeknya masih tentang diri kita? Ini yg saya sebut sebagai kebaikan retoris.

Sayangnya tindakan-tindakan tsb bukan sebuah kebaikan, namun tindakan memelihara kemalasan dan kemiskinan. Jika anda melakukan kebaikan tanpa mengorbankan apa-apa dari diri kamu kecuali perasaan senang dan lebih baik, berarti kamu sedang melakukan liburan.

Tujuan dari kebaikan adalah menolong orang dan mengubah menjadi lebih baik. Fokusnya adalah selalu orang lain, dan bukan diri sendiri.

Buat apa kita memberi makan orang yg bisa makan 3X sehari? Buat apa kita mengantri untuk berbuka dengan sekelompok orang? Tidakah kita melihat berkelebihan di sini dibanding berkekurangan? Ini seperti anda menggarami air laut.

Kalau kamu ingin berbuka dengan anak yatim, kamu perlu survey, mana panti yg memang benar-benar memerlukannya. Jika kamu memberi makan para gelandangan, kamu harus bisa membedakan mana wajah orang kelaparan dan mana wajar orang yg kekenyangan, -- dan biasanya kita gagal membedakannya karena kita sendiri tidak pernah kelaparan. Kalau kita melakukan kebaikan, lakukanlah dengan tuntas. Kebaikan yg dibagikan kepada orang yg keliru tidak ada nilainya sama sekali; selain membuat anda puas dan merasa menjadi orang baik.

Dari pada kita berbuka dengan anak yatim, lebih baik kita berbuka dengan orang-orang di panti jompo. Mereka tidak memerlukan makanan, tapi kehadiran orang lain yg lebih berarti bagi mereka.
Dari pada kita memberi makan orang-orang di jalanan, lebih baik ajak 2-3 anak jalanan makan di tempat yg paling mewah yg mereka bisa bayangkan, lalu bagikan hal yg mungkin akan mengubah nasib anak-anak tsb.
Ambil 1-2 anak asuh, berikan mereka bantuan hingga sekolahnya tuntas. Kumpulkan baju bekasmu, mainan bekas anak kamu, berikan ke satpam kompleks kamu.
Apakah contoh-contoh ini masih terlalu sukar dilakukan atau menyita waktu kita?

Panggil taksi atau ojeg lalu berangkat ke mall. Berikan mereka tips 2X tarifnya dan ucapkan, "Selamat Hari Raya Idul Fitri". Orang yg bekerja di bulan Ramadhan pantas mendapatkan berkah lebih, karena tentu mereka bukan orang berkelimpahan saat harus masih bekerja di hari Raya.

Intinya berhenti berbuat kebaikan retoris. Berhenti berbuat baik hanya karena kita merasa nyaman. Buatlah sesuatu yg mampu menolong orang lain, mengubah orang lain menjadi lebih baik.

0 comments:

Posting Komentar