Cinta, komitmen dan pernikahan

Belakangan ini saya sering pengamati perkembangan Ciklit, novel-novel Indo yg baru, or cinema-cinema remaja Indonesia, khususnya produksi Rits Frame. Ceritanya sudah pasti menyangkut cinta, komoditi paling laku di pasar. Kebanyakan pesan yang ingin disampaikan penulis adalah cinta yg tulus, tidak melihat perbedaan, cinta sejati, bla, bla. Tapi saya tanya kepada anda. Jujur, benar gak sih kenyataannya seperti itu?

Karena pada faktanya banyak dari pasangan menikah bukan karena cinta. Justru memang benar menikah bukan karena cinta. Konsep menikah karena cinta adalah produk dari Holywood. Makanya karena alasan utama menikah adalah cinta, saat pernikahan tsb berjalan dan tidak ditemukan adanya cinta, maka sso dapat saja bercerai. Makanya mereka tidak salah. Tindakan yang benar adalah yg memiliki alasan, walaupun terkadang tidak masuk akal dan tidak bisa diterima semua orang. Namun jika tindakan tersebut tidak memiliki alasan, berarti sia-sia. Jika tindakan tsb sudah sia-sia, untuk apa lagi di teruskan, karena yang lebih parah dari pada mati sia-sia adalah hidup yg sia-sia, karena itu berarti setiap hari adalah kesia-siaan.

Menikah karena cinta adalah FAKE. Kebenarannya, kita mutlak harus mencintai orang yang kita nikahi. Jika alasan kita menikah kareana cinta, dikemudian hari kita tidak cinta atau cinta kita berkurang, maka dengan mudah kita bisa berkata cerai. Kita bisa saja menikah dengan siapa saja yang kita temui di jalan, tapi sesudahnya kita harus mencintai dia apa adanya, itu mutlak.

Contoh lain lagi, kasus dimana menikah karena merasa cocok. Tentunya dengan berbagai pengertian yang berbeda-beda mengenai kecocokan tsb. Ada yang menafsirkan kecocokan itu persamaan minat dan sifat, ada juga yang justru karena tidak sama sehingga saling melengkapi seperti gerigi roda. Apa pun itu, biasanya seteleah menikah, justru pasangan tersebut akan bercerai karena alasan mereka tidak cocok. Bagaimana mungkin sih sebelum menikah cocok, en setelah menikah jadi tidak cocok??

Pasangan lain lagi berkata mereka menikah karena seolah-olah mereka sudah saling kenal sejak lama, padahal baru bertemu dua minggu. Seolah-olah mereka tahu apa yang pasangan mereka mau, pikirkan, dan lain sebagainya. Tapi setelah menikah eh mereka justru tidak saling kenal, seolah tidur seranjang dengan orang yang tidak mereka kenal sama sekali. Lucu hah? Apa pernikahan itu seperti kantong doraemon, yang mengubah semua hal baik menjadi buruk setelah melewatinya?

Kata beberapa ahli, itu semua adalah perasaan yang ditimbulkan oleh bunga-bunga cinta. Perasaan yang sama ini juga yang sinonim dengan cinta itu buta, atau cinta itu tidak bermata. Pokoknya cinta itu isinya semua yang menyenangkan dari hubungan lawan jenis, sama seperti dongeng-dongeng sinderela atau negri di awan. Tapi hanya komitmen yang dapat membuat cinta itu menjadi nyata; menciptakan negri awan di tengah dunia. Tapi komitmen berisikan semua yang tidak mengenakan dari hubungan. Satu-satunya yang dapat menyeleamatkan lembaga pernikahan dari resiko kandas adalah komitmen. Komitmen itu sebuah janji ikatan, janji kesetiaan, tapi bukan saja kepada pasangan kita, namun ke pada Pencipta kita, bahwa kita akan menjaga pasangan kita. Jadi saat kita melanggarnya, sesungguhnya kita bukan saja bersalah kepada pasangan kita, namun kepada Pencipta kita. Seolah kita membohongi Dia. Komitmen itu perlu diusahakan dengan segenap akal dan kemampuan.

Tapi tentu saja saya tidak menyerankan untuk menikah dengan siapa saja yang anda temukan di jalan, karena selain mereka juga belum tentu mau menikah dengan anda, anda juga akan di anggap gila. Tentu saja kita mencari pasangan yang kita rasa sepandan, cocok, nyambung dengan kita, cakep or cantik. Pokoknya yang terbaik yang bisa kita dapatkan sehingga buka mata lebar-lebar saat mencari pasangan, karena setelah menikah anda harus menutup mata serapat-rapatnya. Waspadalah, waspadalah!

0 comments:

Posting Komentar