Baso Oplosan Daging Babi, Isu Harga?

Menjelang akhir tahun ini warga Jakarta dihebohkan dengan berita maraknya baso sapi yang dicampur dengan daging babi. Isu ini mencuat setelah ada laporan dari warga yang merasa curiga dengan harga baso yang murah. Tapi apakah benar demikian? 

Menurut opini saya, dan berdasarkan rahasia yang sudah menjadi umum di masyarakat, hal tsb omong kosong.
Yang paling mungkin adalah isu ini mencuat karena faktor persaingan bisnis.Saya bisa beropini demikian karena setidaknya ada tiga alasan yang mendasari opini saya, yaitu: 

1. Isu harga tidak relevan. 
Kalau masalah baso dioplos daging babi agar murah, daging ayam atau daging tikus adalah opsi yang masuk akal. Loh jangan salah, dulu berita daging baso tikus sempat santer di Jakarta dan sekitarnya. Daging babi di Jakarta per kg nya adalah 45,000 s/d 75,000, sedangkan daging ayam ada dikisaran 27,000 s/d 32,000 per kg. Saya gak tahu daging tikus berapa per kg nya, namun pasti jauh lebih murah. 

Selain itu, pengusaha dan produsen baso ini telah menjalankan usahanya selama bertahun-tahun, artinya jauh sebelum kelangkaan daging sapi yang mengakibatkan harganya membengkak hingga saat ini 90.000 per kg. Berarti baso sapi tsb sudah dioplos saat harga daging sapi sama dengan daging babi, atau malah saat daging babi lebih mahal dari daging sapi. Jadi isu harga gagal di sini, atau tidak tepat sepenuhnya. 


2. Pedagang Baso tidak Bodoh 
Orang yang kesehariannya tidak lepas dari berurusan dengan daging, tentu akan bisa membedakan jenis daging hanya dari sekali lihat, apa lagi daging babi punya tekstur, bau, dan rasa yang jauh berbeda dengan daging sapi. Tukang baso pasti sangat paham ini, dan mereka bukan tidak tahu baso yang mereka pakai adalah murni daging sapi atau tidak. 

Jika mereka tahu baso yang mereka pakai adalah baso oplosan, tentu mereka tidak akan membelinya kembali dari tempat penggilingan daging atau dari produsen baso tsb, dan seturut dengan barang yang tidak laku, dan harga yang tidak jauh berbeda dengan produk asli, dengan sendirinya baso oplosan akan hilang. Makanya kalau para pedagang baso resah dengan baso oplosan, ya itu sebagian benar, sedangkan sebagiannya lagi cuci tangan (pura-pura resah, padahal selama ini tahu). 


3. law of demand and supply 
Selama itu urusan dagang, pasti gak jauh dari hukum permintaan dan penawaran. Menurut berita di sini, hampir di temukan di semua area Jakarta, baik Jakarta Barat, Timur, Utara, Pusat, bahkan pinggiran Jakarta seperti Bekasi. Kita punya baso oplosan daging babi di sini dengan harga yang tidak jauh berbeda dengan baso polos, lantas mengapa penjualannya marak yang oplosan? 

Selama itu ngomongin soal makanan, pasti gak jauh dari soal rasa, dan di sini yang saya maksud dengan menjadi rahasia umum, bahwa daging babi itu enak. Kamu boleh protes, tapi bagi yang sudah pernah makan, tentu gak akan protes. 

Ini berdasarkan pengalaman nyata saya. Di satu kesempatan, saya lagi ngobrol dengan teman saya (yang seharusnya mengharamkan daging babi) di suatu cafe. Hingga sampailah pada sebuah obrolan pilihan menu makan siang itu. Dia menyarankan sebuah tempat makan baso sapi yang cukup terkenal (bukan di Jakarta). Saya cukup surprise bahwa dia sering dan suka makan di sana, hingga keluarlah statement dari dia, "iya lah, itu kan bikinnya pakai minyak babi. Pasti enaklah!". Dia mengutarakan itu dengan mimik orgasme merem-melek nahan keenakan. Saya gak percaya, tapi melihat keyakinan dan mimik wajahnya, saya tidak berniat menyanggahnya. 

Apakah warung baso tsb benar-benar halal atau sesuai dengan dugaan teman saya, pun menurut saya hanya tudingan teman saya saja. Tapi faktanya adalah dia mencurigai menggunakan bahan olahan babi karena rasanya yang enak. 

Cerita berikutnya pun mirip-mirip seperti itu. Kali ini saya dikagetkan oleh teman saya yang notabene seharusnya-mengharamkan-daging-babi, hobi makan di tempat makan bakmie di bilangan Mangga Dua, yang jelas-jelas menghidangkan daging babi. Sewaktu saya yang keheranan bertanya, dia malah keheranan menjawab, "loh, enak kan? Kalo enak kenapa gak di makan?!". Nah, loh. Saya yang kebingungan menjawab. 


Terlepas dan masalah agama, kepercayaan, norma, atau apa pun itu, poin saya adalah bahwa sudah menjadi rahasia umum rasa daging babi enak. Sehingga memang ada permintaan, terlepas permintaan tsb legal atau tidak. Ini sama seperti mengkonsumsi alkohol. Beberapa orang secara terus-terang menyukainya, yang lain pura-pura tidak tahu agar dapat kompensasi antara rasa nikmat dan nurani. 

Masalahnya adalah alih-alih mencantumkan dalam komposisi, produsen baso menyebunyikannya dan melabelnya dengan halal. Itu penipuan. Tapi kenapa baso oplosan daging babi marak ya karena adanya permintaan, dan buka soal harga seperti yang berhembus saat ini.




*)gambar diambil dari sini.

0 comments:

Posting Komentar