Saat Hidup Tidak Lagi Sederhana

Sudah hampir seminggu gak bisa tidur.Seperti mimpi tapi tak kunjung terjaga. Kadang kematian itu lebih mudah dari hidup. Kematian datang satu kali dan selesai. Mau bagaimana pun, setelah kematian tidak akan  merubah apa-apa. Tapi selama masih hidup, setiap hal memiliki deretan pristiwa. Saat kita bangun di satu hari dan  kehilangan salah-satu anggota keluarga, kita bersedih. Tapi kita tahu tidak ada yang bisa diperbuat lagi. Sudah selesai. Di satu sisi itu menjadi lebih mudah karena kita hanya memikirkan bagaimana menatap perasaan kita dan orang-orang yang ditinggalkan.


Tapi lain halnya saat kita bangun di satu pagi yang sederhana, langit yang tidak cerah dan tidak juga mendung, lalu sekonyong mendapatkan kabar anggota keluarga kita terkena kangker. Apa yang bisa kita perbuat? Semua menjadi tidak sederhana lagi. Tidak hanya menata perasaan kita, anggota keluarga kita, tapi memikirkan keluarga yang sakit. Kita mulai mencari-cari faktor disposisi. Mungkinkah karena teledor menjaga kesehatan, mungkinkah faktor usia, dan berbagai kemungkinan lain. Cepat atau lambat, akhirnya kita paham, semua disposisi tsb tidak ada lagi gunanya. Tindakan pun tidak akan sederhana lagi, karena alih-alih bisa sesal dituai.

Manusia seperti berjalan di sepotong tambang. Begitu rentan, begitu rapuh. Tidak perlu alasan muluk-muluk untuk jatuh. Satu sore yang sederhana, dilakoni oleh seorang anak yang pulang bekerja. Mengeluh tidak enak badan ke ibunya. Ditanggapi dengan sederhana oleh ibunya, "kamu masuk angin tuh, kemarin kan kehujanan. Sini ibu kerokin". Malam itu hujan turun ke bumi, tidak lebat dan tidak juga rintik -- sederhana. Pagi itu si anak tidak juga beranjak dari ranjang, tidak juga pagi selanjutnya, dan selanjutnya, hingga hari  terhitung tahun. Dan semuanya menjadi tidak sederhana lagi.

Kenapa kamu bisa berpikir untuk menunda sesuatu, kalau untuk sehari pun tidak ada yang bisa memastikan esok harimu akan sesederhana sekarang?

Benar, itu klise. Makanya saat kejadian itu menimpa kita, rasanya seperti kita bermimpi dan tak kunjung terjaga...

Ketidakberdayaan membuat kita sadar bahwa kita manusia yang terbatas. Ada yang di atas kita, melampaui keberadaan kita, dan bahwa kekuatan dan pemikiran kita ada batasnya. Dan di ujung ketidakberdayaan menanti keputusasaan. Maka itu ada harapan, sebagai bentuk perlawanan terhadap situasi tidak berdaya. Harapan bukanlah perasaan pasti bahwa semua akan berakhir baik, tapi perasaan bahwa hidup dan kerja punya makna.

Yakin bahwa ada harapan. Sering kali dalam hidup yang terpenting bukan apa yang terjadi, kan... Tapi apa yang kita yakini.

2 comments:

Triantini mengatakan...

ass wr.wb
kak boleh izin ga gambarnya saya pakai untuk cover calon novel saya? hehe thanks

joh juda mengatakan...

Boleh banget. Cuma ini kan fotonya resolusi untuk web. Kalau perlu yg high-res nya, bisa email ke johjuda at gmail ya :)

Sorry for late response

Posting Komentar