Cafe Club

Ah, tidak habis tempat hangout di Mediterania Tanjung Duren Raya ini. Setelah Take_a_break, kali ini giliran Cafe Club yang menjadi tujuan penyatronan dalam berburu wifi gratis. Sebenarnya sudah beberapa kali kaki ini ingin melangkah masuk, sayangnya posisi yang terletak di sisi kanan Mediterania I ini lah yang membuat tempat ini sering terlewatkan.

Sewaktu memasuki cafe ini, kesan pertama dalam benak saya, Starbucks aja kalah boo!! Dari sekitar 11 meja yang di sediakan, delapan meja terisi dengan minimal satu laptop di atasnya, bahkan satu meja ada yang empat laptop. Kebanyakan berlogo apel. Gila, sepertinya dreass code cafe ini macbook! Bepata sofisicated-nya cafe ini, pikirku. Pasti koneksi di sini di atas rata-rata sehingga ramai begini.

Suasana di cofe club

Untuk memilih meja saja saya sempat dibuat bingung. Pasalnya kesebelas meja (dan satu meja bar) memiliki berbagai ukuran dan bentuk. Ada yang bundah dilengkapi sofa. Ada juga yang berkursi malas dengan lampu gantung yang rendah. Akhirnya saya memutuskan untuk duduk di meja persegi tinggi, dengan sandaran tinggi. Kurang nyaman sih, soalnya posisi pantat agak terbenam ke dalam kursi.

Ternyata cafe ini dibuat, atau setidaknya pemiliknya merupakan penggila kopi. Berbagai macam kopi ada dalam daftar menunya dengan titel coffee club. Setelah membolak-balik beberapa kali daftar menu tersebut, saya memutuskan memilih Italiano Machiato dengan sepiring pancake maple.

Sambil menunggu pesanan, saya melayangkan mata menjelajah ruangan cafe ini. Dengan meja dan kursi berbagai bentuk dan ukuran, menciptakan suasana yang homey, alias seperti di rumah sendiri. Setiap orang mendapatkan meja yang sesuai dengan pilihannya, dan berbeda dengan meja lain. Meja-meja tersebut dikhususkan sedemikian rupa agar sesuai dengan mood pengunjung. Misalnya meja yang saya pilih sebenarnya untuk makan hidangan berat. Sedangkan beberapa sofa set, seperti yang biasa kita jumpai di ruang tamu kita, dikhususkan untuk ngbrol dan bersantai bersama teman.

Meja barnya mengingatkan saya pada satu cafe di Kuta, Bali. Nuansa westernya kental dengan mesin pembuat kopi serta beberapa brista ikut bercengkramah dengan pengunjung. Ornamen yang digunakan pada dinding didominasi cermin besar. Beberapa gambar berpigura pun menghiasi dindingnya. Wait, wait, ternyata bukan sekedar gambar, melainkan hasil jepretan foto! Baru saya sadari di salah-satu sudut ruangan terdapat tripot dan blitz gun. Damn, pantas aja di sini banyak macbook dan SLR berserakan di atas meja. Sepertinya juga mereka saling kenal. Tidak heran kalo cafe ini club-nya para fotografer, setidaknya pemiliknya pastilah seorang pencinta kopi dan fotografer, hingga menuangkannya dalam konsep cafenya.

Hiasan dinding, hasil jpretan maestro euy

Akhirnya pesanan saya datang. Saya kurang tahu maksud machiato di Starbucks apa, tapi sepengetahuan saya - tentunya jika masih up to date, bahwa yang dimaksud machiato adalah campuran antara espresso dengan susu 5:1 dan biasanya disajikan dalam gelas mungil. Dan kalau namanya Italiano, seharusnya menggunakan kopi impor dari sana. Ternyata dugaan saya tidak keliru. Memang kopi-kopi di sini didatangkan dari luar (walaupun peramusajinya keberatan memberitahukan mereknya).

Pancake maple dengan Italiano Machiato

Tidak sabar saya mencicipi kopinya. Damn! Enak ajah!!Pahitnya tidak tajam dan tetap terasa gurih dari susunya. Decay time-nya short dan tidak seperti kopi Indonesia yang asam. Hanya saja agak kuat (kata agak menerangkan rasa malu mengakui), karena sampai sekarang saya belum bisa tidur. Harganya pun murah! Edan!!

Berbeda dengan pan cake-nya, rasanya buruk. Terlalu kering, dan bisa saya tebak wajannya terlalu panas. Adonannya pun kurang lembut. Yang masih belum saya mengerti adalah sirop maple yang dituang ke piring, bukan ke atas adonan. Apa makan pancake-nya sambil jilatin piring ya? Sungguh saya tidak mengerti.

Semakin lama saya berada di sana, semakin saya sadar, bahwa laptop yang digunakan di sana bukan untuk ber-wifi, karena terus-terang koneksinya lambat. Memang yang saya perhatikan, kebanyakan yang datang ke sana bukan untuk berinternet. Misalnya cowo di depan saya, dia menggunakan G4-nya untuk mengedi ribuan foto di foldernya. Atau grombolan pengguna macbook hitam di belakang saya yang sepertinya sedang mengetik presentasi kuliah, begitu juga dengan dua cewe yang duduk di tengah.

Selain itu, walaupun sirkulasi udaranya lebih baik dari pada Take a Break, ternyata berlama-lama di ruangan berasap rokok bukan pilihan yang bijak bagi kesehata dan bau badan. Ah, di mana ya hak untuk mendapatkan udara bebas asap rokok dijunjung tinggi?

Sooo....
Rasa-rasanya internet yang lamban, kuliner yang 'standar' serta asap rokok menjadi penilaian yang buruk di mata saya. Walaupun saya pencinta kopi, tapi kopi saja tidak akan cukup untuk membuat kita berlama-lama kan? Rangkin B buat Cafe Club.

0 comments:

Posting Komentar