Friday, December 03, 2010 6:54 PM

Seperti biasa, awal Desember menjadi bulan yang dinanti-nantikan. Tidak saja hanya karena Natal tapi juga karena tahun baru. Biasanya bulan ini menjadi terasa damai. Undangan Natal dan lagu-lagu Natal berkumandang, bukan saja di gereja tetapi juga di mall-mall. Entah kita merayakan Natal atau tidak tapi sebagian besar orang menikmati eforia ini.

Sayangnya gw mengawali hari pertama dalam bulan ini justru dengan tidak damai. Diawali dengan matinya satu Nodal ke arah kota Sampit. Itu artinya dalam sekejap sinyal di Indosat di kota tsb lumpuh. Gak hanya itu, bahkan BSC kota Palangkaraya juga dalam keadaan mati. Memang belum faulty tapi dalam beberapa saat kemungkinan tsb jelas akan terjadi.


Rush morning belum berkurang, karena entah bagaimana BB yang jarang gw pakai hang pada saat diperlukan. Beberapa tombol di keypad gak bisa ditekan. Jadi gw cuma bisa melihat email monitoring dan reporting dari BTS-BTS yang mati tanpa bisa mebalas email email tsb. Belum ditambah dengan BBM yang bunyinya menyamai klakson mobil berharap dengan begitu bisa segerah gw respon.

Ini sudah kali ke dua gw pake blackberry dan disaat genting tuh gadget gak bisa memberikan kontribusi apa-apa. Kalo gak inget bahwa belinya sampai jual kutang *eh* sudah gw banting ke mana-mana tuh HP!
Tensi hari itu masih belum turun. Telpon berdering, Gw lirik di layar menunjukan salah-satu nama orang pajak. Itinya gw diminta ke kantor mereka untuk menjelaskan hasil reporting mereka dan berapa kurang bayar kantor gw.

Buset! Kurang bayarnya banyak sekali?! Kayaknya cukup buat DP in rumah atau Inova tuh. Ok, memang itu terbilang kecil jika dibanding dengan kantor teman-teman gw yang di Jakarta, tapi omset per tahu gw gak sebanyak mereka!

Tensi gw yang sudah naik dari pagi langsung meledak begitu lihat totalnya. Setelah berargumen dengan alot selama 30 menit, bahkan opsi untuk menyicil kurang bayar tsb pun ditolak, dan kalimat yang setelahnya gw kesel pun terlontar dari aparat pajak 'terhormat' tsb;
"bapak gak bisa begitu. Itu kan hak negara"

Gw sudah hampir acungkan jari tengah gw ke bapak tsb kalo bukan karena inget gw berada di dalam kantor pajak, dan kemungkinan gw gak akan keluar dengan baju dari tuh sarang penyamun.

Maksud gw adalah, lu gak terima laporan gw sebagai laporan valid (masuk aja ke hutan sana kalo gak percaya!), dan saat gw sebagai warga negara akhirnya dengan rela hati bayar pajak pun dipersulit dengan jangka waktu pembayaran yang gak masuk akal. Dan yg paling senewen, KARENA ITU HAK NEGARA?!

Aparat itu belajar tata negara gak sih?? Demokrasi itu artinya negara melayani masyarakat. Jadi sebelum menuntut hak pastikan kewajiban negara sudah dilaksanakan. Katanya demokrasi tapi nuntut warga kecil melayani negara, lebih-lebih negara monarki.

Menambah kekesalan hari itu juga dengar kalo makan di warteg dikenakan PPN 10%.

Ada yang bilang demokrasi kita sudah berjalan dengan benar, tapi kok gw melihat semakin merosot dan gak ada ubahnya dengan jaman majapahit dulu (malah kayaknya lebih pahit dari jaman Majapahit). Gw jadi berpikir, jika begini terus gw gak mungkin mencintai negri ini. Lu bisa bilang Indonesia bisa. Gw juga dulu bilang begitu. Tapi saat lu semakin sering bersinggungan dengan aparat negara lu semakin muak dan semakin merasa jauh dg mimpi lu untuk Indonesia bisa.

Atau mungkin memang begitu caranya untuk dapat mempercayai bangsa ini, melihatnya dari jauh. Kalo perlu dari seberang lautan sehingga kita bisa melihat Indonesia secara utuh, gak cuma pemerintahnya yang... bahkan sudah cape untuk dikatakan lagi.

Untungnya gw menutup hari dengan baik. Selain karena akhirnya bisa telpon dan dengan suara #dia, gw dapat satu ayat yang bagus sekaligus membuat gw merenung kembali;

Sing praises over everything, any excuse for a song to God the Father in the name of our Master, Jesus Christ. (Letter of Paul for Ephesians)

0 comments:

Posting Komentar