Menulis Novel

Beberapa hari lalu teman saya dengan antusiasnya berkata bahwa dia sedang menulis novel. Sungguh mengejutkan, karena selama ini saya tidak pernah tahu minatnya terhadap dunia tulis-menulis. Selain sedang menulis novel, dia juga mengaku menulis beberapa cerpen. Akhirnya dia memperlihatkan ke pada saya draft novelnya serta beberapa cerpennya, dengan harapan saya bisa memberikan ide-ide baru serta kritik terhadap tulisannya.

Ok, saya tidak merasa orang yang ahli terhadap kesusastraan Indonesia, dan saya menerima tawaran dia sebagai teman, dan bukan sebagai ahli atau malah editor (karbitan).

saya: gw sudah terima email loe. Mana nih novelnya?
X: itu, yg judulnya xxx xxxx xxxx
saya: ow iya, iya. Tapi keknya file loe corrupt deh, soalnya cuma ada selembar aja nih.
X: gak kok, memang baru selembar aja. Soalnya gw baru mulai dari prolognya. Gimana? Kasih komentar ya hihi...

Ya saya tahu, saya memang bukan pengusaha yang sibuknya sehingga kekurangan waktu dalam sehari. Tapi tolong dong, kalo baru nulis selembar kurang, gak usah diomongin! Hello??! Gw komentarin apa dari prolog novel loe??! Selain itu yang dibilang cerpen itu hanya tulisan berupa satu setengah lembar A4, itu pun sudah dengan double spasi.

saya: hm gw sudah selesai baca nih
X: gimana?? Bagus gak? Kurang apa lg? Novelnya gimana?
saya: ugh, bw loe suka baca apa nih?
X: gw gak suka baca Yud. Bawaannya ngantuk terus kalo baca buku
saya: ooouww.....

Kamu memang tidak harus suka membaca, tapi kalo kamu ingin menulis buku, kamu WAJIB membaca. Saya suka sekali dengan kata-katanya AS Laksana, dan tidak pernah bosan-bosannya menggemakannya. Bahwa menulis itu perjalanan seorang pembaca. bagaimana mungkin kita bisa menulis dengan baik, jika kita tidak pernah membaca buku-buku yang baik. Sama seperti tidak mungkin kita bisa bermain musik, jika kita tidak pernah mendengarkan musik. Untuk belajar bermain musik, kita perlu mendengarkan musik-musik yang bagus. Tidak jauh berbeda, menulis pun demikian.

Originalitas
Biasanya dalih bagi seseorang untuk menutupi kemalasan mereka dalam membaca adalah originalitas. Mereka ingin menciptakan sebuah tulisan yang benar-benar baru dan orisinil tanpa meniru tulisan manapun. Mereka tidak ingin diintrupsi dengan aturan-aturan yang mengekang kreatifitasan murni, yang mereka sebut dengan original. Tidak hanya menulis, kembali lagi, di musik pun demikian. Banyak orang tidak mau melihar drummer senior mereka, atau membaca buku-buku tentang musik, dengan dalih serupa. Akhirnya bukan karya yang orisinal yang mereka dapatkan, melainkan karya kesurupan.

Dalam proses pembelajaran, metode yang paling dasar adalah meniru. Saat seorang bayi mulai belajar berbicara, atau berjalan, mereka menirukan orangtua mereka. tahu dong bagaimana senangnya dan histerisnya orangtua saat anak mereka berhasil mengucapkan kata 'ma-ma' atau 'pa-pa' untuk pertama kalinya. Untuk kasus di atas, musisi yang tidak pernah mendengar musik yang baik, dan penulis yang tidak pernah membaca buku yang baik, bagaimana mereka bisa belajar jika mereka tidak bisa meniru mana yang baik.

Perlu untuk dibedakan antara meniru dan menjiplak. Meniru adalah sebauh langkah awal dalam pembelajaran, sedangkan menjiplak adalah langkah awal dalam mencuri. Meniru adalah mengambil apa yang kita butuh, dan menginterpretasikannya dari sudut kita. Sedangkan menjiplak adalah mengambil apa yang bukan milik kita, dan mengintrupsikannya dengan nama kita.

Berlatih
Seperti bermain drum, berlatih itu bukan berarti bermain lagu sebanyak-banyaknya. Tapi melakukan hal-hal kecil tapi krusial, seperti rudiment, atau ada kalanya sight riding, mungkin juga melatih fill in, atau hal-hal kecil lainnya. Begitu juga dalam menulis. Saat kita berlatih menulis, bukan berarti menulis cerita sebanyak yang kita sanggup, atau sepanjang yang kita bisa. Berlatih menulis perlu difokuskan pada hal remeh-temeh. Ada kalanya kita berlatih menulis plot yang baik, atau berlatih menulis dialog, atau belajar mendeskripsikan, dsb.

Kita harus memfokuskan latihan pada hal-hal yang terlihat remeh-temeh. Ini lah esensi dalam berlatih; melakukan hal yang membosankan. Saat kita berlatih, kita melakukan apa yang kita tidak senang. Jika kita melakukan apa yang kita senang, namanya bermain.

Stamina
Mungkin kalo sekedar menulis untuk diari, atau tulisan konsumsi terbatas, tidak perlu muluk-muluk Tapi saat menulis menjadi pekerjaan, itu bukan soal mudah (namanya bekerja kan tidak ada yang mudah). Dibutuhkan daya tahan yang besar untuk tetap dapat bertahan di dalam kejenuhan. Dibutuhkan kesabaran untuk tetap menemukan ide-ide. Dibutuhkan stamina agar dapat menyelesaikan cerita hingga akhir.

Tidak jarang penulis yang memulai tulisan mereka dengan antusias yang tinggi, namun akhirnya terhenti di tengah-tengah karena kehilangan ide, antusias, atau malah arah cerita. Makanya tidak heran jika para penulis buku menganggap buku yang mereka tulis itu sebagai anak yang mereka kandung, dan akhirnya lahirkan saat diterbitkan. Walaupun 'ana-anak' mereka tidak selamanya bagus dari pemandangan orang lain (termasuk saya juga yang sering mencaci-caci buku orang), namun bagi penulisnya, buku mereka tetap yang terbaik.

2 comments:

Anonim mengatakan...

saya sedang menulis novel juga. sudah saya "presentasikan" ke teman. sayang hasilnya jelek abis hahah.....

mau di rombak, tp blm mood lagi :) hmmm.....

joh juda mengatakan...

Wah calon penulis jg nih. Mau dong baca draftnya? hehe

Posting Komentar