Sahabatku? Kamu!!

Hari ini memang bukan hari sahabat, juga bukan karena ada sahabat saya yang sakit, meninggal, atau semacamnya sampai saya membuat posting mengenai sahabat. Tapi biar posting ini menjadi apresiasi saya terhadap sahabat-sahabat saya.

Kenapa sahabat? Karena sahabat itu kesegaran bagi jiwa - carilah sahabat, maka hidupmu akan bahagia. Kalo kata Mario Teguh, sahabat itu adalah satu jiwa dalam dua tubuh. Makanya kenapa saat sahabat kita bersedih, kita pun merasa sedih, saat kita bahagia, sahabat kita pun bersukacita bersama kita.

Seperti yang mungkin kamu ketahui (atau tidak), Keluarga saya hidup nomaden, atau istilah moderennya, merantau. Langit adalah atap kami dan bumi lantai kami.

Joe, itu ungkapan untuk gelandangan, bukan untuk orang yang merantau!

Gelandangan dan merantau hampir mirip kok, sama-sama berpindah-pindah untuk mencari sesuap nasi. Suara violin di kejauhan

Kami, maksudnya anak-anak dari orang tua saya, lahir di Makasar. Genap berusia sembilan tahun saya dan adik-adik pindah ke Jakarta. Genap tiga tahun hijrah ke Bogor karena mamaku melanjutkan sekolah di IPB. Dan ganjil lima tahun kemudian keluargaku pindah ke Bandung, meninggalkan saya dan Richard di Bogor. Bukan karena kendaraan tidak cukup maka kami ditinggal, tapi karena masing-masing dari kami kelas 3 SMU dan 3 SMP, sehingga tidak memungkinkan untuk pindah.

Setelahnya saya kuliah di Jakarta, dan sekarang kedua orang tuaku dan satu adikku yang paling kecil ada di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Jelas, karena kondisi geografis keluarga saya, maka tidak heran jika tidak memiliki sahabat masa kecil. Positifnya kami cepat beradaptasi.

Tapi berbeda saat berada di Bogor. Saya mengenal yang namanya bolos sekolah, cinta monyet, nyuri-nyuri bawa mobil sewaktu SMP, nembak dapatin SIM, ngeband, sampai bertemu yang namanya sahabat, dan terkena virus jatuh cinta.

Kita singkirkan masalah jatuh cinta, karena bakalan tabrak lari dengan judul posting ini.

Hampir mirip nasib hubungan saya dengan Richard, adik saya, pada sahabat saya pun demikian. Sahabat terdekat saya saat ini adalah Yosua Mesiano. Saya kenal sewaktu SMP kelas dua, dan dalam hati berujar, 'gw gak bakalan mau berteman sama nih orang!!'. Tiga tahun kemudian, 'gak mungkin gw bisa absen kerumahnya, ada bakmie gratis!!'

Alasannya ketidaksukaan saya karena dia cowo yang paling bawel yang pernah saya kenal, paling keras ketawanya (Joe sangat benci cowo yang heboh atau rame sendiri.red); tipe cowo yang punya banyak teman cewe; pinter dan kutu buku (lengkap dengan kaca-mata tutup botol serta tas ransel segede dosa serta bawa-bawa aqua 1,5 liter). Kalo jalan sambil nunduk, karena takut dijahilin sama preman sekolah. Sedangkan saya waktu itu, cowo gembel, nilai pelajaran hanya cukup buat makan, senang buat keonaran, dan 'sok' misterius. Singkat kata, saya premannya.

Apesnya, entah siapa yang ngajak dia, tiba-tiba dia gabung di band yang baru dibentuk untuk acara pelepasan masa SMP. Tentu saja saya drummernya. Mungkin itu dia, apa yang kita benci, itu yang kita terima. Tapi itu gak berhasil saat saya membenci Bunga Citra Lestari, dia tetap akan menikah akhir tahun ini.

Selain Yosua, saya punya sahabat lainnya yang juga anggota band saya; Farika Nurhadini, Tri Asih Tina, Sonny Surbakti, dan Mega Natangsa Tarigan. Mereka semua orang-orang hebat. Saya beruntung bisa mengenal mereka.

Sahabat itu membuat kita menjadi lebih bijak, dan merasa berharga. Tapi sahabat yang bagaimana yang bisa membuat kita lebih bijaksana dari hari ke hari?

Jawabannya:Tiga_sahabat

3 comments:

Wibowo Kosasih mengatakan...

Gak nyangka, My bro satu ini bekas preman dan bekas anak ngeband.
TOP ... Huahahaa ...

Ah ... BCL ... what a pity ...
Damned lucky bastard.

joh juda mengatakan...

@Benny
haha premannya cuma berani rampas makanannya anak SD kok Ben ^^

Hahahhaa ketawa guling-guling gw

Anonim mengatakan...

Hrm.
Gue hampir geer.
BTW, ya it doesnt work.
Gue udah pernah coba dengan Aline Tumbuan.

Posting Komentar