2-0


Senin terakhir di bulan Juni gw sudah kembali ke rumah di Banjarmasin. Liburan selama dua minggu kemarin di Jakarta cukup menyenangkan, dari yang direncanakan hanya seminggu.

Gw bisa nonton adik gw wisuda dari luar gedung karena satu undangan hanya untuk satu orang (padahal JhCC yang sebesar itu banyak kosongnya!). Gw bisa ketemu cewek yang selama ini hanya gw temui di facebook. Gw bisa ketemu sahabat gw yang baru balik dari Belanda, gw bisa ketemu sohib baik gw yang sudah jadi artis ibu kota (yang kalo ketemu dia habrus bikin janji dulu dari tahun lalu) -- susanya setengah mampus.

Gak kalah menyenangkan, akhirnya gw bisa makan sushi bareng sohib gw calon-artis-ibu-kota; makan di sushi tei dengan kalap, habis 800 ribu *nangis darah* (untuk para cowok: gak direkomendasikan makan sushi dengan perut lapar). Gw juga bisa habiskan duit untuk hal lain yang gak kalah bergunanya *berpikir ulang untuk jadi pengemis* Gw juga bisa main ke bengkel opel di Jakarta dan lihat Opel limo. keren bangat! Sayang lagu dangdutan, jadi lebih berasa naik angkot ketimbang naik mobil mewah...


Gw juga bisa beli beberapa buku-buku keren, diantaranya bukunya David Sedaris (When You are engulfed in flames), It's Not How Good Your Are, It's How Good You Want To Be nya Paul Arden, sama Catatan Pulau Buru nya Pramoedya Ananta Toer. Habis beli buku-buku tsb gw baru sadar gw masih punya 2 buku yang belum selesai dibaca *garuk aspal*

Selain itu netbook gw juga sudah bisa work well sekarang. Intinya gw sangat menikmati liburan gw ke Jakarta kali ini, seperti balik ke peradaban. Walaupun gw kembali ke Banjarmasin dengan kantong kering. Sangkin enjoynya gw sempat berat kembali ke Banjarmasin. Bahkan sampai di bandara pun seolah maskapai yang gw gunakan mendukung gw gak balik banjarmasin dengan keterlambatan pesawat dua jam. Gw sudah berharap aja sekalian ditunda besok penerbangannya, secara sudah jam21. Tapi kata temen gw delay nya pesawat karena pilotnya nonton Jerman vs Inggris. Pilot kancut!

Mungkin yang belum pernah ke luar negrei jarang naik pesawat malam. Gw pernah beberapa kali naik pesawat malam, baik menggunakan boeing atau weigh airbush, tapi jarang yang sambil detemani bulan purnama seperti kemarin. Naik pesawat malam mirip kayak naik kereta malam; sedikit yang bisa dilihat kecuali samar-samar bayang wajah lu yang terpantul di jendela. Itu kalo kamu beruntung duduk di samping jendela, kalo kamu duduk di sisi gang atau malah di tengah, paling yang bisa lu lakukan hanya bengong.

Berbeda pada saat bulan menampakan purnama, serasa lautan menjadi cermin raksasa yang terbentang luas di tanah memantulkan bayangan kecil bulan; bulan seolah menjadi bola putih kecil. Lucunya lagi, secepat apapun pesawat melaju, bulan seolah tertempel di kaca jendela, tidak tertinggal sedetik pun di belakang pesawat. Gw jadi ragu sebenarnya pesawat ini memang bergerak atau hanya permainan mental yang biasa dipertunjukan dalam Mission Impossible?

Bulan, bayangan, dan kenangan; gw rasa ketiga hal tersebut sama, terus-menerus membuntuti ke mana pun kita pergi, tapi sebenarnya tidak demikian. Seperti halnya bulan ada karena sebuah sebab dan bukan kita sebabnya. Bulan hanya berada di satu titip, dakn kalaupun dia, dia bergerak berdasarkan jalurnya sendiri, bukan karena mengikuti kita. Hanya karena pergerakan kita terlalu dekat dan cahaya yang dipantulkannya dari berbagai sudut, seolah bulan terpaku pada posisinya.

Sedangkan bayangan adalah sebab dari kita menghalangi cahaya. Mungkin kalo disuruh memilih dia juga ogah ngikutin kita yang gak bisa diam dan selalu mengeluh ini. Hanya saja karena kita menghalangi jatuhnya cahaya maka banyangan tersebut muncul, menjadi sisi lain dari terang.

Begitu juga dengan banyangan masa lalu, kenangan. Kenangan, khususnya kenangan pahit, akan selalu muncul jika kita menghalangi cahaya masa depan jatuh pada tempatnya. Seperti bayangan yang hanya memantulkan sisi gelap kita, demikian juga kenangan buruk hanya menunjukan waktu kelam kita yang tidak dapat diubah. Satu-satunya hal yang dapat diubah adalah merubah posisi berdiri kita; cara kita menempatkan cahaya masa depan dalam hidup kita. Cara kita menghadapi masa depan.

0 comments:

Posting Komentar