Tragedi Lift Barang

Sebelumnya saya sempat heran, kenapa setiap kali bertemu dengan Benny dan ci Onik, mereka selau bertanya mengenai apartemen baru saya. Awalnya saya pikir biasa-biasa aja, ternyata kecurigaan saya mendapat jawabnya. Seperti yang selama ini saya duga, mereka menyimpan sebuah rahasia mengenai apartemen Mediterania. Saat mereka bertanya, 'bagaimana apartemen barunya?', sebenarnya yang mereka tanyakan, 'masih selamatkah tinggal di apartemen sana?'.

Seharusnya saya sudah curiga lebih awal, karena dari pengakuan Benny, dia sempat mau ambil kamar di apartemen ini, namun dibatalkan. Mungkin dia juga pernah mengalami kejadian serupa dengan saya.

Kejadian yang hampir merenggut nyawa dan kehormatan saya terjadi beberapa waktu lalu. Kenapa kehormatan juga? Karena gak lucu kalo Yuda mati kegencet lift.

Memang beberapa kali sering terjadi pintu lift yang macet, atau tidak mau tertutup. Bukan, bukan karena tombol open-nya masih ditahan, tapi memang tidak mau tertutup; sudah tertutup eh terbuka lagi, persis seperti pintu lift yang buka-tutup di film-film horor itu loh, khususnya film Indonesia. Sudah beberapa kali dikeluhkan oleh penghuni yang lain, sehingga saya pikir sudah ada perbaikan dalam hal tersebut.

Malam itu, saya dan Richard hendak turun. Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya datang juga lift yang dipanggil. Kebetulan lift yang terbuka pintunya adalah lift barang. Tanpa firasat buruk dan curiga kami naik dengan hati bersih dan tulus iklas. Saat bernyanyi-nyanyi kecil, tiba-tiba lift berguncang, disertai lampu mati dan lift berhenti! Gosh! Kejadiannya sama seperti kamu naik mobil dan tiba-tiba mobil mogok mendadak. Bedanya kalo mobil arahnya dari belakang ke depan, kalo lift dari atas ke bawa; kalo mobil jarak kebawa 30cm, kalo lift 30 meter.

Saya berusaha bersikap tenang, sedangkan Richard sudah panik. Dia menekan interkom meminta pertolongan. Saya berdoa minta ampun sebelum mati.

'Ada yang bisa kami bantu?' Geblek nih orang, memang ada ya orang pencet interkom di lift, tidak butuh bantuan??

'Pak, kami terkurung di lift! Liftnya tiba-tiba mati!!'

'Liftnya ada di lantai berapa?'

'gak tau pak. Di display blank!'

'Ok bu, harap tenang ya, kami segera ke sana'

'Ibu??' Sekarang saya yakin, suara kami terdengar seperti jeritan perempuan.

Lampu kembali menyala, namun tidak ada sirkulasi udara, alias ACnya mati. Perlahan namun pasti kami lemas kehabisa udara. Hm sebenarnya sampai sekarang saya kurang yakin, kami lemes karena kehabisan oksigen atau karena kentutnya Richard.

Lima menit kemudian lift mulai bergoyang, dan tiba-tiba bergerak turun. Ok, mungkin kalo turunnya wajar sih gak masalah, ini turun seperti lepas dari kabel!

"KAK, NGAPAIN TIARAP DI LANTAI??!!!!"

Ok, mungkin kalian belum tahu, cuma saya memiliki ketidaknyamanan berada di tempat tinggi - itu kalo tidak mau dibilang hyperbola hyperphobia. Makanya kalo naik pesawat, saya lebih memilih untuk duduk di gang dari pada di jendela, dan beberapa saat sebelum take off atau landing, saya sudah tertidur. Belakangan juga saya baru tahu duduk di kursi belakang juga buruk buat saya.

Pengalaman pertama dan terakhir duduk dikursi belakang, saya menjerit (dan mungkin suaranya seperti anak perempuan juga) saat take off. Beruntung setelahnya pramugari yang cantik menawarkan untuk pindah duduk di tengah, tentunya dengan disertai senyum penuh makna.

Kembali ke lift. Setelah beberapa saat lift bergerak turun dengan sedikit tidak stabil, akhirnya pintu terbuka. Awalnya kami tidak tahu di lantai mana tepatnya lift terbuka, karena di display masih blank. Yang saya tahu orang yang menunggu lift terkejut melihat kami keringatan dan ekspresi muka kami yang seperti habis disantet.

Tapi betapa leganya begitu saya keluar dari lift dan menginjakan kaki ke permukaan bumi. Dan kalo bukan karena kamar saya di lantai 18, saya pasti sudah menggunakan lift saat kembali ke kamar.

Eniwei sejak kemarin saluran air di WC saya tersumbat, sehingga membuat WC tergenang sehabis mandi. Mungkin takdir saya tidak mati di lift, tapi mati tergenang di WC saat mandi.



Disclaimer. Bagi yang berpikir bahwa Benny dan ci Onik benar-benar menyimpan rahasia mengenai apartemen ini, berarti kamu belum mengerti humor saya.

3 comments:

Richard Nikolas Pringgodigdo mengatakan...

loh bukannya kakak yang kentut? aheuaheuaheuh

Wibowo Kosasih mengatakan...

Hehehe ... Sebenernya kalau di apartemen itu yang paling gue takutin godaan "makhluk halus"-nya Joe ...
Apalagi kalau terjebak satu lift sama 'Makhluk Halus' ... Wah asyiknya ... eh ... seremnya ...

joh juda mengatakan...

@Benny
hm iya jg sih, kejebak di lift bersama 'mahluk halus' memang menyeramkan, apa lagi kalo gw yg kentut.

Posting Komentar