Mendengar Dengan Telinga, Bukan Dengan Mulut

Sadar atau tidak, kita cendrung lebih suka berbicara dari pada mendengarkan. Kita lebih suka didengarkan dari pada mendengarkan. Sedikit dari kita punya telinga yg bagus untuk mendengar.

Padahal esensi dari komunikasi adalah, berbicara dan mendengarkan. Malah, rahasia dari kesuksesan berkomunikasi, adalah menyimak pembicaraan.

Hal ini tidak hanya dalam keseharian kita saja, dalam obrloan vebral. Kebiasaan kita untuk lebih banyak bicara dibanding mendengar kita praktekan juga dalam komunikasi non-verbal di forum-forum internet, sosial web, dan media chating maya.

Tidak jarang dibeberapa forum, sso posting untuk gagasan atau ide, yg sudah diutarakan sebelumnya oleh orang lain. Tidak jarang jg menanyakan pertanyaan yg sama, yg sudah dijawab oleh orang lain. Komentar yg sering muncul, wah kepanjangan nih postingnya, males baca. Rangkumannya aja deh?

Membuktikan, sehabis baca topik, mereka buru-buru mengklik 'reply', tanpa terlebih dahulu baca komentar yg sudah diberikan. Mereka buru-buru mengutarakan gagasan mereka, tanpa baca gagasan orang lain. Makanya gak jarang gagasan dan posting mereka pun jarang dibaca orang lain.

Kejadian tsb setali tigak uang dengan blog. Pernah gak nemu komentar, blognya bagus. Jangan lupa link ke blog gw ya.

Gimana bisa menilai sebuah blog bagus sih, kalo yg dilihat cuma tampilan, baca posting paling baru dan paling pendek, dan itu pun sepotong-sepotong? Kalo mau dicermati, sebenarnya maksud dan tujuan utamanya sih, agar kita link dan baca blognya dia jg. Sayangnya, dia aja gak mau baca blog orang lain, bagaimana mau berharap orang lain baca blognya?

Contoh, beberapa waktu lalu sso yg mengenal saya dari blog, berkorespondensi dengan saya melalui email. Yg mengherankan dia bilang kalo sering baca blog saya, tapi lah kok baru tahu kalo saya kerja sekuler sih? Selama ini dia tahunya saya bekerja sebagai penulis dan musisi.

Ini saya yg merasa Deja Vu menulis blog, atau memang blog saya tidak dibaca?

Tidak jauh beda pula dengan chating.
cewe: hei lama ga ketemu hahahhahahaa
gw: hei halo sis
gw: pie kabarne?
cewe: baik
cewe: lagi ngapain nih?
*padahal di status saya tertulis besar-besar: kerjaan banyaak!!!*
gw: lagi kerja sis
cewe: ow kamu sudah kerja toh?! Dmn?
*nice, jadi selama ini saya dianggap pengangguran*

Berbicara memang butuh keterampilan, namun mendengarkan pun membutuhkan keterampilan yg tidak kalah pentingnya. Mendengarkan tidak hanya diam menunggu giliran berbicara, bahkan sekalipun (kamu pikir) sudah tahu apa yg ingin dia sampaikan.

Tidak jarang kita jengkel dengan sso yg saat mendengarkan kita, sambil tersenyum seolah tahu persis apa yg ingin kita sampaikan, dan mencari kesempatan saat kita berhenti sejenak menarik nafas untuk memotong pembicaraan kita. Iya, gw tahu maksud loe bla bla bla.... Habis itu dia ngomong apa yg dia pikir kita maksud. Tidak jarang, tidak nyambung dari yg kita maksudkan.

Kalo yg sudah lebih akrab, mungkin rebutan siapa yg bicara duluan. Tidak masalah sih siapa yg bicara duluan, asal semuanya didengar, masalahnya sering kali yg bicara belakangan justru tidak didengarkan.

Seperti yg saya bilang, rahasia dari komunikasi yg sukses, bukan berbicara lebih banyak, bukan berbicara lebih lihai. Tapi mendengar lebih banyak, mendengar lebih lihai.

Saat kamu mendengarkan sso, tidak hanya berarti diam pasrah, tidak hanya mendengarkan huga, huga, huga..., suara yg sebenarnya gak ada artinya di otak kamu. Mendengarkan itu, dengan seksama kamu memperhatikan pesannya, tidak hanya serangkainan fonem. Memperhatikan maknanya, bahkan mungkin yg tersirat sekalipun.

Saat kamu mendengarkan sso dengan seksama -- tidak hanya sambil lalu, atau sekedar menunggu giliran bicara -- sso akan merasa dihargai, dan sso akan mendengarkan orang yg menghargai mereka. Jadi kamu tidak perlu banyak bicara agak sso mendengarkan kamu, cukup dengarkan saja mereka berbicara kawan

0 comments:

Posting Komentar