Trip: Jakarta - Bogor PP

Perjalanan saya, Kamis kemarin menuju Bogor, di warnai dengan beberapa kejadian kecil dijalan. Pagi itu, hujan lebat menguyur Jakarta. Hm sepertinya hampir setiap pagi Jakarta rajin di guyur hujan. Sungguh Tuhan amat baik. Dia memberikan hujan di pagi hari dan bukan di siang hari, kala ciptaannya yang mulia ini beraktivitas.

Saya berangkat bersama sahabt saya, Yosua. Seharusnya kami berangkat sebelum jam 6 pagi. Sayangnya dikarenakan hujan, dan salah komunikasi, maka kami baru meninggalkan Bogor pukul delapan kurang. Masih dengan mendung dan gimcik hujan.

Sebelum memasuki tol Jagorawi dari arah UKI, laju kendaraan agak tersendat. Tepat sebelum persimpangan antara masuk jalan tol dan jalan umum, terbaring sebujur mayat berterpal kuning di pinggir jalan. Tidak tahu sebab-musababnya, karena disana tidak ada atribut yang bisa menunjukan pristiwa sebelumnya. Cuma hal tsb cukup membuat ngeri -- melihat mayat di pagi yang mendung. Cocok bangat buat opening cerita misteri.

Perjalanan menuju rumah sahabat saya cukup jauh. Di karenakan setelah sampai di Bogor, masih harus di lanjutkan ke arah Parung, menuju, perum.Harco. Kami tiba disana jam sepuluh kurang sedikit. Langsung bertemu sahabat saya yang berduka ini. Hm...

Setengah sebelas, jenasa dipindahkan menuju greja. Terlambat setengah jam dari jadwal. Di banding pemakan yang pernah saya hadiri, ini untuk pertama kali saya melihat reaksi yang menolak kematian...

Tangisan, dan air mata seolah tanpa henti mengalir di pipi sahabat saya. Saya tidak tahu sudah berapa lama dia menangis, cuma pasti terlalu lama hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

Terkdang kematian membuat hati pilu, melihat mereka yang ditinggalkan....

Entah apa yang harus dibuat. Hanya bisa membisu dalam gaungan tangis.



Tepat pukul 12 siang, saya meninggalkan prosesi. Di karnakan sahabat saya, Yosua, harus tepat berada di Ritz Carlton Sudirman pukul13.30, untuk kerja. Akhirnya mobil saya pacu dengan cepat untuk bisa kembai ke Jakarta dalam satu jam 30 menit. Saya memilih rute selatan, masuk dari Depok, menuju Kebayoran Lama, dan akhirnya Sudirman.

Setelah menurunkan Yosua, tinggallah saya sendiri di mobil, menuju Cempaka Mas. Wuih, ini perjuangan anatara hidup dan mati! Di tambah dengan kemarin, genap sudah dua malam saya tidak tidur. Dan sekarang saya ngantuk berat!

Sudah saya coba dari nyanyi-nyanyi, teriak-teriak (mulai frustasi), sampai menampar pipi sendiri (akhirnya stress). Tidak ada satupun yang berhasil mengusir kantuk.

Puncaknya di perempatan Senen. Saya dari arah Tugu Tani, berniat menyebrang menuju Cempaka Mas. Dalam kondisi menunggu lampu lalin berwarna hijau, saya ketiduran. Yak, tidur dengan nikmatnya. Tanpa merasa bersalah. Dan tentunya lama sehingga,

Saya bangun setelah kaca mobil diketuk (mungkin sebenarnya digedor), dan mendapati mobil sudah di krumuni orang -- baik pejalan kaki, pengendara mobil di belakang saya, dan polisi. Yup polisi, dan saya kira yang terakhir ini bakalan jadi masalah. (Sumpah gw gak boong! Kalo itu orang-orang gak emosi, sudah gw foto tuh).

Saya membuka kaca jendela, masih dengan mata se'pet, sambil meminta maaf karena sudah menyebabkan kericuhan. Mobil-mobil dibelakang saya -- masih dengan klakson panjang, melambung disisi kiri mobil saya sambil mengomel. Apes!

"Mas tahu gak, kalo menyetir sambil tidur itu berbahaya", tukas bapak polisi berkumis garang.

Ugh, gw kan gak sambil nyetir, itu mobil kan diem?! Cuma saya jawab, "Tahu pak".

"lalu kenapa bisa tidur di mobil, di tengah jalan ramai begini?! Kamu bikin macet mobil dibelakangmu!! (kebayang gak sih, gw tidur enak-enak, itu orang-orang dibelakang gw nungguin gw tidur??)". Belum puas sampai disitu, pak polisi berkumis garang melanjutkan, "Semua mobil di belakangmu klakson, kamu gak dengar??!".

"Maaf pak. Sebebarnya ini karena saya tidak tidur dua hari, dikarnakan orangtua teman saya meninggal. Jadi bla, bla bla...", gw mengiba dengan 'menjual' kematian orangtua sahabat saya. Hiks, sori ya Tin (tapi gw gak bo'ong loh!).

Akhirnya bapak polisi berkumis garang, melepaskan saya, dengan meperingati untuk tidak tidur di mobil. Malah di sarankan saya tidur dulu di pos polisi. Huh, mana bisa tidur disana. Apa lagi sudah shock membuat antrian panjang di lampu lalin, jadinya kantuk saya hilang -- untuk sementara waktu.

Takut di suruh tidur di pos polisi, saya memacu mobil, ngbrit dengan kenceng ke kos adik saya, di Cempaka Mas. Tiba disana saya langsung tidur dengan biadabnya, hingga keesokan harinya, hari Jumat. Udah kek orang mati aja.

Pesan moralnya: gak hanya Sikomo lewat aja yang bikin macet. Tidur di mobil kala berhenti dilampu lalin pun mengakibatkan kemacetan.

0 comments:

Posting Komentar